"Harga gabah tak terkendali, sakit kepala saya gak bisa kerja..."

Harga gabah di Jawa Barat, Lampung, dan Jawa Timur terus merangkak naik. Penggilingan menjerit dan terancam tekor.

Ilustrasi beras. Foto Pixabay.

Sejumlah penggilingan padi di berbagai daerah mengaku bingung dengan gejolak harga gabah. Seperti layang-layang putus, harga gabah naik tak terkendali. Sebagai pemasok beras ke sejumlah pembeli, mereka perlu harga stabil yang bisa dikelola. 

"Sakit kepala saya. Pabrik butuh harga stabil. Kalau sebentar naik sebentar turun, semangkok panas semangkok dingin, pusing kita kerja," kata seorang pemilik penggilingan dan penjual beras di Karawang kepada Alinea.id, Kamis (9/3).

Selama ini, pemilik penggilingan yang tak mau disebutkan namanya itu mengandalkan pasokan gabah dari wilayah Jawa Barat. Saat ini, kata dia, harga gabah kering panen (GKP) mencapai Rp5.820 per kilogram (kg). Harga ini terdiri dari gabah Rp5.500/kg, ongkos calo Rp150/kg, angkutan Rp110/kg, dan biaya kuli Rp60/kg. 

"Kalau harga gabah Rp5.500/kg GKP, (pemilik) pabrik seperti saya sakit kepala kalau tidak ada penyesuaian harga eceran tertinggi (HET) beras," kata dia. 

HET beras diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017. HET beras dibedakan berdasarkan jenis beras yakni medium dan premium dan mengikuti wilayah penjualan: zona 1, zona 2, dan zona 3. Zona ini mengacu pada daerah penghasil beras atau wilayah produsen dan daerah non-penghasil atau konsumen.