sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

"Harga gabah tak terkendali, sakit kepala saya gak bisa kerja..."

Harga gabah di Jawa Barat, Lampung, dan Jawa Timur terus merangkak naik. Penggilingan menjerit dan terancam tekor.

Satriani Ari Wulan
Satriani Ari Wulan Minggu, 12 Mar 2023 08:18 WIB

Sejumlah penggilingan padi di berbagai daerah mengaku bingung dengan gejolak harga gabah. Seperti layang-layang putus, harga gabah naik tak terkendali. Sebagai pemasok beras ke sejumlah pembeli, mereka perlu harga stabil yang bisa dikelola. 

"Sakit kepala saya. Pabrik butuh harga stabil. Kalau sebentar naik sebentar turun, semangkok panas semangkok dingin, pusing kita kerja," kata seorang pemilik penggilingan dan penjual beras di Karawang kepada Alinea.id, Kamis (9/3).

Selama ini, pemilik penggilingan yang tak mau disebutkan namanya itu mengandalkan pasokan gabah dari wilayah Jawa Barat. Saat ini, kata dia, harga gabah kering panen (GKP) mencapai Rp5.820 per kilogram (kg). Harga ini terdiri dari gabah Rp5.500/kg, ongkos calo Rp150/kg, angkutan Rp110/kg, dan biaya kuli Rp60/kg. 

"Kalau harga gabah Rp5.500/kg GKP, (pemilik) pabrik seperti saya sakit kepala kalau tidak ada penyesuaian harga eceran tertinggi (HET) beras," kata dia. 

HET beras diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017. HET beras dibedakan berdasarkan jenis beras yakni medium dan premium dan mengikuti wilayah penjualan: zona 1, zona 2, dan zona 3. Zona ini mengacu pada daerah penghasil beras atau wilayah produsen dan daerah non-penghasil atau konsumen. 

HET beras medium Rp9.450/kg di Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Sementara di Sumatera kecuali Lampung dan Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan HET-nya Rp9.950/kg. Di Papua dan Maluku HET ditetapkan Rp10.250/kg.

HET beras premium Rp12.800/kg di Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Sementara di Sumatera kecuali Lampung dan Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan HET-nya Rp13.300/kg. Di Papua dan Maluku HET ditetapkan Rp13.600/kg.

Bisa tekor

Sponsored

Dengan harga GKP Rp5.820/kg dan rendemen 57%, satu kg beras membutuhkan 1,75 kg gabah. Ongkos bahan baku gabah saja sudah Rp10.210. Sementara untuk jadi beras gabah perlu digiling, dikemas, dan diangkut. Dijual sebagai beras medium pasti rugi. Jika dijual sebagai beras premium, untungnya kecil, bahkan bisa tekor.

"Setelah surat edaran harga batas atas pembelian gabah dan beras Badan Pangan Nasional (Bapanas) dicabut, petani menikmati (untung), calo juga untung. Kalau saya, sakit kepala. Kalau harga GKP Rp5.800/kg, kita gak bisa kerja," jelas dia. 

Diakui narasumber ini, Jawa Barat tidak sempat mengalami penurunan harga gabah ketika Bapanas mengeluarkan surat edaran pada 20 Februari 2023. Edaran yang berlaku pada 27 Februari itu untuk mengendalikan laju kenaikan harga gabah/beras. 

Harga batas bawah pembelian gabah atau beras mengikuti Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah atau Beras, yakni Rp4.200/kg di tingkat petani untuk GKP. Sementara batas atasnya, sesuai surat edaran, disepakati Rp4.550/kg di tingkat petani. 

Di sejumlah daerah, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, harga gabah turun drastis. Meskipun baru berlaku 27 Februari 2023, di sejumlah daerah dilaporkan harga jatuh di bawah batas bawah pembelian. Ditambah 'protes' dari organisasi petani, akhirnya Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mencabut edaran itu pada 7 Maret 2023. Surat edaran dinyatakan tidak berlaku lagi.

Begitu surat edaran dicabut, kata narasumber itu, Jawa Barat mulai panen. Sebenarnya, kata dia, penggilingan seperti dirinya bisa saja membeli gabah di Jawa Tengah atau Jawa Timur yang panen duluan. 

"Namun, aksesnya susah, monitoring susah. Ongkos transportasi mahal. Akhirnya rata-rata mengurangi giling. Giling hanya untuk mengisi merek sendiri," kata dia.

Agar mesin penggilingan tetap beroperasi, pihaknya membeli padi Munjul atau ketan di Jawa Barat. "Surat edaran ini membuat kita pusing. Setelah dicabut, mau bela konsumen atau petani. Seperti orang sakit kepala. Belanja salah, tidak belanja salah," urai dia.

Lampung meloncat, Jatim meradang

Kebingungan pun menimpa sumber Alinea.id yang juga seorang pemilik penggilingan di Lampung. Sebelum surat edaran Banapas dicabut, kata dia, harga GKP Rp5.100/kg. "Setelah dicabut, harga melompat Rp5.500/kg," kata dia, Kamis (9/3).

Salah satu pendorong kenaikan harga adalah PT Wilmar Padi Indonesia, salah satu pemilik penggilingan besar yang pedagang beras, yang mematok harga pembelian Rp5.700/kg GKP. Untuk mendapatkan gabah, ia mengandalkan agen atau perantara.

Dari harga yang ditawarkan oleh para agen inilah ia membeli. Tentu dengan membandingkan mana yang lebih murah. "Kalau gak ikut agen, tidak dapat barang."

Dari Sidoarjo, Jawa Timur, sumber Alinea.id meyakini situasi ini terjadi karena persaingan harga gabah tidak terkendali. Bukan hanya penggilingan besar sebagai penentu harga. Tapi situasi ini dimanfaatkan penebas untuk mengeruk untung.

"Dalam sehari, harga bisa naik antara Rp500 hingga Rp1.000/kg," urai sumber yang juga pemilik penggilingan padi itu.

Sebagai ilustrasi, pada saat surat edaran Bapanas dicabut 7 Maret 2023, harga GKP di tingkat penggilingan di Ngawi dan Mojokerto baru Rp4.650/kg. Besoknya, 8 Maret 2023, merujuk informasi yang beredar di kalangan pemasok gabah dan beras ke PT Wilmar Padi Indonesia, harga pembelian GKP naik menjadi Rp5.700/kg.

"Per hari ini (Kamis, 9 Maret 2023), harga jadi Rp5.900/kg. Harga pagi dan siang sudah berubah. Posisi ini akan berlanjut sampai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) diterbitkan. Jika ini berlanjut, pasar terus tak terkendali. Kalau dibiarkan, April harga Rp6.000/kg bahkan Rp6.500/kg bisa terlampaui," kata dia, Kamis (9/3).

 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid