Hilirisasi perikanan: Akankah menguntungkan nelayan?

Berbeda dengan sektor pertambangan, hilirisasi perikanan tidak bisa dipukul rata dan harus dijalankan dengan hati-hati.

Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.

Dua pertiga wilayah Indonesia tercatat sebagai lautan di mana luas wilayah laut Indonesia mencapai 3,257 juta kilometer persegi, sedangkan luas daratannya mencapai 1,919 kilometer persegi. Data ini berdasarkan hasil Konvensi Hukum Laut Internasional atau United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada tanggal 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaica. 

Dengan kondisi ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 19 Tahun 2022 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan menetapkan, total estimasi sumber daya perikanan di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) mencapai 12,01 juta ton per tahun, dengan Jumlah Tangkapan Ikan yang Diperbolehkan (JTB) 8,6 juta ton per tahun. Estimasi potensi tersebut dibagi dalam sembilan kelompok sumber daya ikan, yaitu ikan demersal, ikan karang, pelagis kecil, cumi, udang penaeid, lobster, rajungan, kepiting, dan pelagis besar.

“Besar sekali, (tapi) potensinya belum kita apa-apakan,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberikan sambutan pada Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2023, Senin (6/2).

Belum maksimalnya pemanfaatan potensi sumber daya laut itu, menurut presiden terlihat dari posisi Indonesia sebagai pengekspor nomor wahid sumber daya laut mentah, namun di saat bersamaan juga masih menjadi importir terbesar produk-produk olahan hasil laut. 

“Saya berikan contoh, Indonesia itu eksportir nomor 1 rumput laut, tapi bahan mentah. Kalau RRT (Republik Rakyat Tiongkok) itu importir nomor 1 rumput laut,” ungkapnya.