Inalum bantah divestasi kemahalan 

Potensi Freeport sangat besar dan menguntungkan, mengingat total cadangan yang ada di Grasberg sebesar US$150 miliar.

Kepala Komunikasi Korporasi PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Rendi Achmad Witular mengklaim harga akuisisi Freeport sudah sesuai dengan perhitungan perusahaan./dokumentasi PT Freeport Indonesia

PT Indonesia Asahan Aluminium membantah tudingan beberapa pihak yang menyebut harga pembelian 51% saham Freeport Indonesia (FI) sebesar US$3,85 miliar (sekitar Rp54 triliun) terlalu mahal.

Kepala Komunikasi Korporasi PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Rendi Achmad Witular mengklaim harga akuisisi Freeport sudah sesuai dengan perhitungan perusahaan.

“Kalkulasi berdasarkan potensi bisnis ke depan dan cashflow yang bisa didapat dari operasional Freeport Indonesia. Kita tidak menghitung potensi cadangan sumber daya ke dalam harga beli saham,” ungkap Rendi dalam diskusi di Jakarta, Senin (23/7).

Menurut Rendi, potensi Freeport sangat besar dan menguntungkan, mengingat total cadangan yang ada di Grasberg sebesar US$150 miliar. Belum lagi Ebitda tahunan PT FI mencapai USD4 miliar dan laba bersih per tahun setelah 2022 nanti sebesar US$2 miliar.

Untuk mendapatkan potensi tersebut, Rendi mengatakan Inalum hanya perlu mengeluarkan uang US$3,85 miliar. Kendati demikian, proses pembelian saham Freeport dengan melibatkan pembelian hak partisipasi (participating interest/PI) Rio Tinto memang pelik. Keterlibatan Rio Tinto di dalam pengelolaan Freeport Indonesia karena pada 1996 pemerintah menyetujui skema kerja sama konsesi Grasberg ke Rio Tinto melalui hak partisipasi.