Indonesia perlu waspadai kontraksi PMI Manufaktur negara mitra dagang utama

Dengan perkembangan ekspor-impor tersebut, neraca perdagangan bulan November 2022 mencatat surplus sebesar US$5,16 miliar.

Ilustrasi ekspor impor. Foto Pixabay

Badan Pusat Statistik (BPS) pada Kamis (15/12) lalu merilis nilai ekspor Indonesia pada November 2022 sebesar US$24,12 miliar, atau naik 5,58% (yoy) dan 28,16%(ytd). Namun secara bulanan, capaian ini justru melambat sebesar 2,46% (mtm) dibandingkan periode Oktober 2022 yang sebesar US$24,81 miliar.

“Di tengah kontraksi sektor manufaktur beberapa mitra dagang utama seperti Tiongkok dan Amerika Serikat, ekspor Indonesia masih menunjukkan kinerja yang baik. Kontraksi sektor manufaktur mitra dagang perlu kita respons dengan bauran kebijakan yang tepat untuk menjaga kinerja ekspor,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (15/12).

Ekspor nonmigas November 2022 mencapai US$22,99 miliar, naik sebesar 6,88% (yoy) atau turun sebesar 1,94% (mtm). Penurunan terbesar ekspor non-migas terjadi pada komoditas lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$577,6 juta (16,62%), sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada logam mulia dan perhiasan/permata sebesar US$292,2 juta (87,19%).

Jika dilihat secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia pada periode Januari-November 2022 mencapai US$268,18 miliar atau naik sebesar 28,16% dibanding periode yang sama tahun 2021. Ekspor nonmigas memberikan kontribusi terbesar, yaitu mencapai US$253,61 miliar atau naik sebesar 28,04% (ytd).

Ada pun berdasarkan sektornya, pada periode Januari-November 2022, ekspor hasil tambang dan lainnya mencatatkan kenaikan tertinggi sebesar 74,15%, diikuti ekspor hasil industri pengolahan sebesar 18,59%, dan ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 12,44%.