Intensifikasi lahan untuk atasi krisis pangan

Strategi intensifikasi dan ekstensifikasi diyakini akan mempermudah Indonesia memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri tahun ini. 

Petani membersihkan lahan pertanian yang ditanami lobak, di Kecamatan Danau Kembar, Kab.Solok, Sumatera Barat, Sabtu (2/5/2020). Foto Antara/Iggoy el Fitra/hp.

Ketahanan pangan nasional turut terimbas pandemi coronavirus baru (Covid-19). 

Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), krisis pangan terjadi secara global. Indeks harga pangan bahkan sudah turun 1% per Februari 2020. Pasalnya, kekuatan terbesar ditopang Amerika Serikat (AS) dan China serta keduanya turut dilanda pandemi.

Banyak faktor yang membuat Indonesia terancam krisis pangan. Dari luas lahan, sumber daya manusia (SDM), teknologi, hingga panjangnya rantai distribusi.

Merujuk hasil perhitungan ulang Badan Pertanahan Nasional (BPN) 2019, terdapat 7.463.948 hektare (ha) lahan baku sawah di Indonesia. Luasnya terancam berkurang oleh alih fungsi lahan seiring maraknya proyek infrastruktur dan perumahan.

Sementara itu, berkurang sekitar 5 juta rumah tangga usaha pertanian (RTUP) dalam tempo dasawarsa. Pada 2003, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ada 31,170 juta RTUP se-Indonesia. Sepuluh tahun berselang menjadi 26,126 juta.