Paradoks kebijakan energi nasional: Andalkan energi fosil, energi terbarukan tak tergarap

Indonesia punya potensi 441.000 megawatt dari energi terbarukan.

Ilustrasi pengeboran minyak/Pixabay.

Kebijakan energi nasional dinilai paradoks karena masih mengandalkan energi fosil dan tidak mengoptimalkan energi terbarukan yang potensinya sangat besar.

"Inilah yang saya sebut paradoks. Kita tahu energi fosil kita sudah turun, tapi kita tidak bergegas membangun renewable energy," kata mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 2014-2016 Sudirman Said dalam webinar, Sabtu (31/10).

Sudirman Said menjelaskan, saat dirinya menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2014-2016, pemerintah sudah memperkirakan bahwa cadangan minyak nasional akan habis dalam kurun 10-12 tahun, gas 30 tahun, dan batu bara 60 tahun.

"Sekarang artinya sudah lewat dan mungkin minyak tinggal 7 tahun lagi, kalau tidak ditemukan cadangan baru. Meski ditemukan, tetap saja energi fosil akan habis. Dan harusnya dengan sadar kita push habis-habisan renewable energy," uiarnya. 

Sementara itu, jelasnya, berdasarkan data World Resources Institute (WRI), potensi energi terbarukan di dalam negeri sangat besar dan belum digarap dengan optimal.