Ketika perusahaan manajer investasi terlibat megaskandal korupsi

Megaskandal korupsi Jiwasraya, Asabri, dan BPJS Ketenagakerjaan berdampak pada kinerja instrumen investasi.

Ilustrasi Alinea.id/Bagus Priyo.

Kasus korupsi yang melanda tiga perusahaan asuransi plat merah Indonesia, Jiwasraya, Asabri dan BPJS Ketenagakerjaan, berimbas pada dinamika pasar modal. Salah satunya, kinerja instrumen reksa dana menyusul terjeratnya puluhan Manajer Investasi (MI) dalam kasus megakorupsi itu. Padahal, peminat instrumen investasi tersebut tengah mengalami peningkatan di masa pandemi.

Adanya beragam masalah itu membuat Uhti (25) memilih jalur 'mandiri' dalam berinvestasi di pasar modal. Semula, ia memang mempertimbangkan untuk investasi saham melalui MI sebagai pihak ketiga. Namun dengan mencuatnya kasus Jiwasraya pada akhir 2019 lalu, dia lantas mengurungkan niatnya itu dan memilih untuk berivestasi secara individu.

“Karena takut. Kan niat invetasi buat cari tambahan (uang). Kalau nanti lewat MI terus rugi kan percuma,” ujar perempuan yang berprofesi sebagai pengajar Bahasa Jepang di salah satu SMA di Semarang itu kepada Alinea.id, Jumat (19/2).

Berdasarkan catatan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), investor reksa dana sepanjang 2020 mencapai 3,165 juta. Jumlah ini naik hingga 78,38% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebanyak 1,744 juta investor. Sedangkan dana kelolaan atau asset under management (AUM) pada 2020 mencapai Rp796,19 triliun, naik 0,81% dari posisi tahun lalu yang hanya sebesar Rp789,8 triliun.

Sebaliknya, jumlah reksa dana justru mengalami penurunan, dari 2.506 pada 2019 menjadi 2.318 pada 2020. Direktur KSEI Supranoto Prajogo mengatakan penurunan jumlah reksa dana ini merupakan hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga ini telah mengevaluasi sejumlah reksa dana karena terindikasi melakukan pelanggaran.