Komisi VII DPR harap harga CPO tidak dilepas ke pasar bebas

Produk turunan dari sawit ini adalah minyak goreng yang sudah menjadi hajat hidup orang banyak di dalam negeri.

Ilustrasi. Alinea.id

Kehadiran negara dipandang penting untuk mengatur ketersediaan crude palm oil (CPO) atau sawit di dalam negeri. Antara kebutuhan dalam negeri dan ekspor harus diseimbangkan, karena produk turunan dari sawit ini adalah minyak goreng yang sudah menjadi hajat hidup orang banyak di dalam negeri.

Demikian penegasan Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto saat mengikuti rapat dengan Dirjen Argo Kemenperin, para pengusaha kelapa sawit, produsen minyak goreng, dan para petani sawit di Gedung DPR, Selasa (24/5).

"Campur tangan negara dibenarkan dalam mengatur, karena sudah menyangkut hajat hidup orang banyak," kata Sugeng, seperti dilansir dari laman resmi DPR.

Isu minyak goreng sempat ramai diperbincangkan publik, karena kelangkaan yang membuat masyarakat kesulitan. Minyak goreng kini sudah menjadi industri strategis nasional. Bahkan, penyebab inflasi ekonomi di dalam negeri salah satunya dipicu oleh keberadaan minyak goreng. Di sinilah, seru Sugemg, negara perlu mengatur domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) menyangkut CPO.

"Misalnya, produksi CPO per tahun 57 juta ton, lantas diterapkan DMO berapa. Misalnya 20%. Artinya, seperlima dari CPO untuk kepentingan dalam negeri dengan harga dipatok berdasarkan DPO. Ini untuk menghindari fluktuasi ketersediaan dalam negeri. Kita sama-sama tahu polabilitasnya sangat tinggi menyangkut komoditas. Hari ini saja harga CPO melompat tinggi. Kalau tidak diatur pasti semuanya di ekspor," ungkap politisi Nasdem ini.