Memacu denyut nadi pasar tradisional lewat digitalisasi

Kehadiran marketplace membantu pedagang pasar dan pelanggannya berinteraksi secara aman dan nyaman selama pandemi.

Ilustrasi. Alinea.id/Bagus Prio.

Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah menyebabkan terganggunya perekonomian nasional, tak terkecuali aktivitas jual-beli di pasar tradisional. Pembatasan jam beroperasi dan adanya anjuran pembatasan sosial menyebabkan jumlah pengunjung pasar tradisional semakin berkurang selama pandemi.

Berdasarkan survei DBS Indonesia yang dipublikasikan pada September silam, hanya 30% responden yang memilih pasar tradisional sebagai pilihan utama dalam berbelanja sembako dan bahan pangan pascapandemi Covid-19, turun signifikan dari 52% sebelum pandemi.

Di sisi lain, kekhawatiran masyarakat untuk keluar rumah turut memukul denyut nadi pasar tradisional. Menurut Survei Sosial Demografi Dampak Covid-19 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 69,43% responden mengaku khawatir atau sangat khawatir keluar rumah dan 20,69% cukup khawatir keluar rumah.

Fenomena tersebut berdampak terhadap penurunan omzet para pedagang pasar, salah satunya di Pasar Cikurubuk, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Kepala Bidang Perekonomian Sekretariat Daerah Kota Tasikmalaya Ramdhan mengungkapkan hampir semua pedagang pasar tersebut mengalami penurunan omzet hingga 50% sejak awal pandemi.

Pihaknya berupaya melakukan digitalisasi Pasar Cikurubuk untuk memudahkan transaksi antara penjual dan pembeli. Langkah ini dilakukan mengingat adanya anjuran pembatasan sosial dan jaga jarak. Digitalisasi tersebut dilakukan dengan memanfaatkan kehadiran marketplace Tokopedia.