close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Muhammad Sufyan Abdurrahman. Foto dokumentasi.
icon caption
Muhammad Sufyan Abdurrahman. Foto dokumentasi.
Kolom
Rabu, 10 September 2025 15:58

Menyelesaikan sengketa belanja daring tanpa ribet: Tawaran online dispute resolutions

Fenomena belanja daring sering kali menimbulkan persoalan yang tidak sederhana.
swipe

Fenomena belanja daring sering kali menimbulkan persoalan yang tidak sederhana. Seorang konsumen bisa kecewa karena barang yang dikirim tidak sesuai deskripsi, sementara penjual menolak pengembalian dengan alasan berbeda tafsir. 

Kasus seperti ini kerap terjadi, tetapi penyelesaiannya melalui jalur hukum konvensional terasa rumit, mahal, dan memakan waktu lama. Dari kebutuhan inilah muncul relevansi buku Online Dispute Resolutions karya Dr Purna Citra Nugraha. Buku ini menawarkan pemahaman mendalam tentang bagaimana sistem hukum Indonesia perlu merespons lonjakan sengketa di ranah digital melalui mekanisme penyelesaian sengketa daring atau ODR.

Sejak bab awal, penulis menegaskan bahwa perkembangan e commerce tidak hanya menghadirkan peluang, melainkan juga tantangan besar. Ia memetakan model transaksi digital, klasifikasi kontrak, serta perbedaan antara penyelesaian sengketa secara tradisional dengan mekanisme yang memanfaatkan teknologi. Dalam kerangka itu, penulis mendorong agar kontrak digital memasukan klausul penyelesaian sengketa secara online, sehingga para pihak memiliki rambu sejak awal. Ia juga menjelaskan media digital seperti surat elektronik, konferensi video, hingga aplikasi percakapan dapat dimanfaatkan untuk mempercepat komunikasi dan mengurangi biaya dalam proses mediasi atau arbitrase.

Buku ini tidak berhenti pada teori, melainkan memperlihatkan praktik dari berbagai lembaga internasional yang telah lebih dahulu mengadopsi ODR. Misalnya Chartered Institute of Arbitrator di Inggris, Better Business Bureau di Amerika Serikat, serta platform khusus seperti SquareTrade dan Visa Resolve Online. Melalui contoh tersebut, pembaca memahami bagaimana sistem ODR bekerja mulai dari mediasi, penyimpanan dokumen digital secara aman, hingga pengambilan keputusan tanpa pertemuan fisik. Semua mekanisme ini dirancang agar efisien, tetapi tetap menjunjung tinggi asas keadilan, transparansi, dan keterbukaan informasi.

Pada bagian yang lebih analitis, Dr Purna merinci tahapan prosedural ODR yang terdiri dari negosiasi, mediasi, hingga arbitrase. Negosiasi bisa dilakukan otomatis melalui sistem atau secara langsung antar pihak, lalu masuk tahap mediasi dengan bantuan pihak ketiga, dan jika gagal berlanjut ke arbitrase daring. Pada konteks Indonesia, penulis mengaitkan pembaruan ini dengan regulasi terkini seperti Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2022 tentang mediasi elektronik. Ia menilai regulasi tersebut merupakan langkah awal, tetapi belum cukup untuk menjawab seluruh kebutuhan penyelesaian sengketa perdagangan digital.

Salah satu bagian penting buku ini adalah sorotan pada hambatan hukum yang masih ada. Definisi arbitrase dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 mengharuskan adanya perjanjian tertulis atau akta notaris, sehingga kesepakatan arbitrase daring tidak langsung sah secara hukum. Akibatnya, putusan arbitrase online tetap harus didaftarkan ke pengadilan negeri untuk diakui. Hal ini tentu mengurangi efisiensi yang menjadi keunggulan utama ODR. Penulis mengingatkan bahwa tanpa reformasi hukum acara, penerapan ODR hanya akan berjalan setengah hati.

Meski demikian, penulis optimistis bahwa pertumbuhan transaksi digital di Indonesia akan memaksa pembuat kebijakan untuk segera mengadopsi ODR secara penuh. Ia mengusulkan agar prinsip penyelesaian sengketa daring diintegrasikan ke dalam hukum acara perdata. Dengan begitu, proses sengketa tidak hanya lebih cepat dan murah, tetapi juga mengurangi beban pengadilan sekaligus meningkatkan kepercayaan publik pada sistem hukum. Ia juga menekankan pentingnya dukungan infrastruktur teknologi serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia agar proses ODR bisa berjalan efektif.

Buku ini pada akhirnya menegaskan bahwa dunia digital memerlukan jawaban hukum yang juga bersifat digital. Konsumen dan pelaku usaha sama sama membutuhkan kepastian, efisiensi, dan keadilan dalam setiap transaksi. Tanpa itu, perdagangan elektronik akan terus dibayangi potensi konflik yang berlarut larut. Online Dispute Resolutions hadir untuk mengingatkan bahwa modernisasi hukum bukan pilihan, melainkan kebutuhan mendesak di era perdagangan digital. 

img
Muhammad Sufyan Abdurrahman
Kolomnis
img
sat
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan