Menguji stimulus penyelamat UMKM di tengah krisis Korona

UMKM dahulu menjadi penyelamat ekonomi kala krisis, kini terpukul pandemi.

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sudah sejak lama menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, UMKM menyumbang 61,07% produk domestik bruto (PDB) Indonesia dan mampu menyerap 97% tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2018.

Sayangnya, kekuatan UMKM di tahun ini teruji akibat pandemi Covid-19 yang menerjang Indonesia sejak kuartal I 2020. Akibatnya, BPS mencatat laju perekonomian kuartal pertama hanya sebesar 2,97%. Kementerian Keuangan bahkan memprediksi ekonomi Indonesia akan melambat sebesar 0,4-1,1% pada tahun ini.

Menurut survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) pada Juni 2020, sebanyak 72,6% pelaku UMKM terdampak oleh pagebluk. Dampak yang mereka rasakan adalah penurunan penjualan, kesulitan bahan baku, hingga kesulitan permodalan.

Padahal, UMKM mampu bertahan dan menjadi penyelamat ekonomi nasional pada krisis sebelumnya. Pada 1998, BPS mencatat pertumbuhan nilai ekspor UMKM mencapai 76,48% tepat saat terjadinya krisis moneter.

Imbas pandemi turut dirasakan Muhammad Affandi, pemilik brand Laki Supply. Dia mengaku usaha pakaian laki-laki yang dirintisnya terpukul akibat menurunnya daya beli masyarkat selama pandemi. Imbasnya, dia sempat mengerem produksinya pada Maret hingga Juni lalu.