Menilik nasib megaproyek Meikarta

Sederet kontroversi mewarnai pembangunan Meikarta, mulai dari isu perizinan, moratorium pembangunan, hingga gugatan pailit.

Proyek Meikarta diterpa berbagai isu miring / web Meikarta

Sebuah kota impian masa depan ditawarkan ke publik tepat setahun lalu. Kota baru ini mengedepankan konsep modern terintegrasi dengan aksesibiltas dan fasilitas mumpuni. Tak pelak, kemunculannya pun menggemparkan publik, bahkan disebut menggedor pasar properti tanah air yang sempat tidur selama dua tahun silam.

Ya, Meikarta, kawasan terpadu atau mix used development seluas 250 hektare (ha) ini diluncurkan Lippo Group dengan mantap pada Mei 2017. Lokasinya tidak jauh dari kawasan Lippo Cikarang, proyek terdahulu milik perseroan. Meikarta merupakan proyek terbesar Lippo Group dengan investasi yang dibutuhkan sekitar Rp 278 triliun.

Lippo memasarkan hunian di Meikarta dengan harga mulai Rp 127 juta per unit untuk tipe studio. Harga yang cukup miring dibandingkan proyek serupa di sekitar kawasan industri Cikarang dan Jababeka. Sebagian orang boleh menyebut ini proyek gila, namun sebagian lain percaya Meikarta merupakan solusi untuk memenuhi kebutuhan papan buat masyarakat menengah.  

“Meikarta akan menjadi kota yang terpenting di seluruh Indonesia. Sekarang saja di kota ini sudah menjadi pusat industri di Indonesia,” kata CEO Lippo Group James Riyadi.

Ketua Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) DKI Jakarta Dhani Muttaqien pun memuji Meikarta. Dia bilang, pembangunan kota mandiri seperti Meikarta menjadi salah satu alternatif yang bagus bagi kepadatan Jakarta dan sekitarnya.