Pemerintah diminta evaluasi kebijakan perkilangan BBM

"Kita tidak bisa menyerahkan 'cek kosong' kebijakan perkilangan kepada operator migas begitu saja."

Ilustrasi kilang BBM terbakar. Foto Reuters/Andreas Gebert

Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan perkilangan bahan bakar minyak (BBM) menyusul terbakarnya kilang minyak refinary unit (RU) Pertamina di Balikpapan, Kalimantan Timur, pada Jumat (4/3). Evaluasi mesti dilakukan agar kejadian serupa tak terulang. 

"Kita tidak bisa menyerahkan 'cek kosong' kebijakan perkilangan kepada operator migas begitu saja karena terbukti dalam satu tahun terakhir ini sudah ada empat kejadian kebakaran kilang BBM dan dua kali terjadi di tempat yang sama [di Kilang Cilacap]," ujarnya dalam keterangannya, Selasa (8/3).  

Nyaris 25 tahun sejak pengoperasian RU VII Kasim di Papua pada 1997, ungkap Mulyanto, Indonesia tidak membangun kilang baru. Karenanya, kasus ini bukan sekadar perawatan kilang dan penjagaan aset strategis nasional, melainkan ketahanan energi nasional.  

Mengutip data BPS 2021, politikus PKS ini menyebut, impor migas menyebabkan defisit transaksi berjalan sektor migas sebesar US$13 miliar. Meletusnya perang Rusia-Ukraina membuat harga migas melonjak dan menembus US$140 per barel. Sehingga, defisit transaksi berjalan bakal tertekan.

"Kita tidak ingin kasus kebakaran kilang yang terjadi akhir-akhir ini serta lambatnya pembangunan kilang baru menjadi modus pembenaran impor BBM dan membiarkan defisit transaksi berjalan sektor migas terus membengkak," tegas Pak Mul, sapaannya.