Perang dagang, industri sarung tangan Indonesia dapat berkah

Adanya kenaikan bea masuk bagi sarung tangan China akan membuat harga sarung tangan dari negeri Tirai Bambu tidak lagi kompetitif.

Harga sarung tangan asal China makin mahal karena adanya tarif bea masuk./ilustrasi Pexels

Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China membawa berkah bagi industri sarung tangan Indonesia. Industri sarung tangan karet berpotensi menggeser pasar sarung tangan Vinyl dan Nitrile produksi China yang menguasai 44% impor sarung tangan ke AS.

Presiden Direktur PT Mark Dynamics Indonesia Tbk Ridwan Goh mengatakan, perang dagang dengan tarif impor yang tinggi ke AS atas produk China akan menggeser peta pasar sarung tangan di AS. 

Kata Ridwan, pemasok utama sarung tangan akan bergeser dari China ke Malaysia sebagai produsen sarung tangan karet terbesar di dunia. Dalam kondisi ini secara tidak langsung akan menjadi sinyal positif bagi kinerja perusahaan. 

Sebagai pemasok utama cetakan sarung tangan karet dunia, Mark Dynamics merasakan dampak turunan dari potensi peningkatan pasar sarung tangan karet. Sebagai informasi, perusahaan pemasok pasar sarung tangan adalah Malaysia dengan persentase 63%, Thailand 18% dan China 10%. Kontribusi langsung Indonesia hanya 3%. 

Adanya kenaikan bea masuk sarung tangan China, maka harga sarung tangan negeri Tirai Bambu itu tidak lagi kompetitif di AS. Sesuai hasil riset dari sebuah sekuritas di Malaysia rentang harga antara sarung tangan Vinyl dan karet akan menyempit dari posisi saat ini dengan rentang diskon antara 75% hingga 130%.