Perbedaan kondisi ekonomi 2018 versus krisis 1998

Bank Indonesia memastikan kondisi fondasi ekonomi saat ini lebih kuat bila dibandingkan dengan periode krisis 1998.

Direktur Eksekutif Departemen Internasional BI Doddy Zulverdi (kedua kanan), Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir (kiri), Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot (kedua kiri) dan Staf Ahli Bidang Kebijakan Penerimaan Negara Kemenkeu Robert Leonard Marbun (kanan) menjadi pembicara pada diskusi Forum Merdeka Barat 9 di gedung Kemkominfo, Jakarta, Senin (10/9). Diskusi tersebut membahas tema

Bank Indonesia memastikan kondisi fondasi ekonomi saat ini lebih kuat bila dibandingkan dengan periode krisis 1998.

BI menyebut jika menyamakan kondisi depresiasi nilai tukar rupiah saat ini dengan masa krisis pada 1998 sangat tidak relevan karena kondisi fondasi ekonomi domestik saat ini jauh lebih kuat dibanding 20 tahun lalu.

Direktur Eksekutif Departemen Internasional BI Doddy Zulverdi mengatakan, salah satu indikator sederhana untuk melihat dampak nilai tukar rupiah adalah dengan membandingkan pergerakkan nilai tukar rupiah dengan harga barang atau inflasi.

"Saat ini inflasi cukup terkendali di sasaran pemerintah dan Bank Sentral, yakni 3,2% (yoy) per Agustus 2018," kata Doddy pada diskusi Forum Merdeka Barat 9 di gedung Kemkominfo, Jakarta, Senin (10/9). Jika melihat data pada bulan yang sama di 1998, inflasi mencapai 78,2% (yoy).

Cara sederhana lainnya melihat kondisi nilai tukar adalah dengan menelisik level pergerakannya, bukan hanya terpaku pada level atau nominal psikologisnya. Saat ini, rupiah memang berada di Rp14.900 per dollar AS. Namun, nilai rupiah bisa menyentuh angka tersebut dari level Rp13,400 per dollar AS selama kurun satu tahun, atau terdepresiasi sekitar 8%.