Perbesar CBP, otoritas perlu membuat kebijakan fleksibel

Sejak medio 2019, stok beras di Bulog terus menurun. Sementara itu, pengadaan beras dari produksi dalam negeri dan penyaluran fluktuatif.

Otoritas perlu membuat kebijakan fleksibel untuk memperbesar cadangan beras pemerintah (CBP). Dokumentasi Pemprov Jatim

Terjadi perubahan mendasar dalam pengadaan dan penyaluran beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog). Sejak medio 2019, stok beras di Bulog terus menurun. Sementara itu, pengadaan beras dari produksi dalam negeri dan penyaluran bersifat fluktuatif. 

Menurut pengamat pertanian Agus Saifullah, dinamika tersebut terjadi seiring perubahan mendasar terhadap instrumen kebijakan pemerintah di bidang perberasan. Pertama, tidak ada lagi penyaluran captive market terhadap hasil pengadaan beras Bulog atau cadangan beras pemerintah (CBP) untuk program raskin/rastra sejak 2017 sehingga kapasitas penyerapan beras Bulog dari produksi beras dalam negeri semakin sempit.

"[Pengadaan] beras bagaimanapun memiliki [konsekuensi] beban atas biaya pengadaan maupun penyimpanannya. Kalau tidak disalurkan, beban ini semakin bertambah. Stok beras yang bertambah, mutunya semakin turun seiring masa simpan," ujar Agus dalam Alinea Forum bertema "Memperkuat CBP dari Pengadaan Dalam Negeri", Senin (17/4).

Dicontohkannya dengan pengadaan, penyaluran, dan stok terus mengalami penurunan mulai 2019. Namun, penyaluran masih lebih besar daripada pengadaan sehingga CBP terus menyusut hingga sekarang. "Perubahan kebijakan sangat berpengaruh sekali terhadap kondisi perberasan yang dikelola oleh Bulog."

Kedua, ada hubungan penting antara harga beras, harga gabah, dan harga pasar. Pada masa panen, jelasnya, perdagangan beras terjadi ke pasar umum dan Bulog sebagai CBP. Namun, harga gabah dan beras dalam beberapa tahun terakhir cenderung di atas harga pembelian pemerintah (HPP). Ini membuat pengadaan Bulog rendah.