sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Perbesar CBP, otoritas perlu membuat kebijakan fleksibel

Sejak medio 2019, stok beras di Bulog terus menurun. Sementara itu, pengadaan beras dari produksi dalam negeri dan penyaluran fluktuatif.

Erlinda Puspita Wardani
Erlinda Puspita Wardani Rabu, 19 Apr 2023 11:51 WIB
Perbesar CBP, otoritas perlu membuat kebijakan fleksibel

Terjadi perubahan mendasar dalam pengadaan dan penyaluran beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog). Sejak medio 2019, stok beras di Bulog terus menurun. Sementara itu, pengadaan beras dari produksi dalam negeri dan penyaluran bersifat fluktuatif. 

Menurut pengamat pertanian Agus Saifullah, dinamika tersebut terjadi seiring perubahan mendasar terhadap instrumen kebijakan pemerintah di bidang perberasan. Pertama, tidak ada lagi penyaluran captive market terhadap hasil pengadaan beras Bulog atau cadangan beras pemerintah (CBP) untuk program raskin/rastra sejak 2017 sehingga kapasitas penyerapan beras Bulog dari produksi beras dalam negeri semakin sempit.

"[Pengadaan] beras bagaimanapun memiliki [konsekuensi] beban atas biaya pengadaan maupun penyimpanannya. Kalau tidak disalurkan, beban ini semakin bertambah. Stok beras yang bertambah, mutunya semakin turun seiring masa simpan," ujar Agus dalam Alinea Forum bertema "Memperkuat CBP dari Pengadaan Dalam Negeri", Senin (17/4).

Dicontohkannya dengan pengadaan, penyaluran, dan stok terus mengalami penurunan mulai 2019. Namun, penyaluran masih lebih besar daripada pengadaan sehingga CBP terus menyusut hingga sekarang. "Perubahan kebijakan sangat berpengaruh sekali terhadap kondisi perberasan yang dikelola oleh Bulog."

Kedua, ada hubungan penting antara harga beras, harga gabah, dan harga pasar. Pada masa panen, jelasnya, perdagangan beras terjadi ke pasar umum dan Bulog sebagai CBP. Namun, harga gabah dan beras dalam beberapa tahun terakhir cenderung di atas harga pembelian pemerintah (HPP). Ini membuat pengadaan Bulog rendah.

Ada kecenderungan rasio HPP beras dengan HPP gabah kering panen (GKP) kian menurun. Hal tersebut terlihat pada awal 2015 saat rasionya sekitar 2. rasionya turun menjadi 1,97 pada 2021-2022, tetapi kembali naik ke 1,99. Artinya, margin untuk memproses gabah menjadi beras semakin mengecil untuk dimasukkan ke pengadaan Bulog.

Menurut mantan Direktur SDM dan Umum Bulog ini, rasio yang cukup menarik mestinya minimal 2,02 ke atas. "Itu akan menarik bagi pedagang untuk memproses gabah yang dibeli dari petani untuk dimasukkan ke pengadaan Bulog karena memiliki margin yang cukup untuk biaya pengolahan, transpor, dan yang lainnya," tuturnya.

Ketiga, perlu penguatan CBP untuk jangka pendek dan panjang. Untuk jangka pendek, harga sangat penting dengan kondisi panen yang ada seperti saat ini. Jika ingin memperbesar penyerapan, perlu strategi harga. Harga penting dimodifikasi.

Sponsored

"Artinya, saat musim panen, ketika surplus musimannya cukup besar, pedagang didorong untuk melakukan perdagangan, baik kepada pasar umum atau Bulog. Tapi, jika margin jual ke Bulog kurang cukup, maka pedagang akan condong ke pasar umum," kata Agus.

Penyerapan masih rendah
Menurut Kepala Divisi Pengadaan Pangan Lain Bulog, Yayat Hidayat Fatahilah, stok beras di Bulog hanya 280.000 ton atau jauh dari stok ideal sebesar 1,2-1,5 juta ton hingga 15 April 2023. Dari awal 2023 hingga kini, Bulog baru menyerap 222.000 ton beras. Sebesar 128.000 ton beras di antaranya diserap pada setengah bulan April. 

Tahun ini, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menugaskan Bulog menyerap 2,4 juta ton beras. Dari jumlah itu, 70% diharapkan diserap ketika musim panen raya Februari-Mei. Pada akhir tahun, Bulog diharapkan memiliki stok akhir 1,2 juta ton beras. 

Di sisi lain, ungkap Yayat, Bulog ditugaskan menyalurkan bantuan sosial (bansos) beras kepada 21,3 juta kelompok penerima manfaat (KPM). Masing-masing keluarga mendapatkan 10 kg beras per bulan pada Maret-Mei. Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana memperpanjang penyaluran bansos beras pada Juni-Agustus.

Karena stok beras di Bulog terbatas, pada 24 Maret lalu, Bapanas menugaskan Bulog segera mengimpor 500.000 dari alokasi impor 2 juta ton beras hingga akhir tahun. "Ini dievaluasi seiring waktu. Kalau pemasukan dalam negeri menggembirakan, impor tidak dieksekusi semua," ujar Yayat.

Yayat mengatakan, tren penyerapan Bulog meningkat akhir-akhir ini. Itu tecermin dari penyerapan harian yang bisa mencapai 8.000-9.000 ton beras. Akan tetapi, penyerapan tetap menghadapi tantangan akibat harga gabah dan beras di pasar yang tinggi.

Kecenderungan harga gabah dan beras di atas HPP sudah terjadi sejak 2006. Harga akan mendekati HPP menjelang puncak panen raya.

"Di daerah yang produksinya banyak, seperti Sulawesi Selatan dan Jawa Timur, ada yang harganya sama dengan HPP atau di bawah HPP sehingga kami bisa menyerap," kata Yayat.

Harga gabah setelah memasuki panen raya pada Maret-April 2023 bergerak turun. Dari kisaran Rp5.800 per kilogram (kg) menjadi Rp5.200 per kg. Meskipun menurun, masih di atas HPP untuk pembelian Bulog, yaitu Rp5.000 per kg. Ketika musim panen raya lewat, harga gabah diperkirakan akan lebih tinggi lagi.

Strategi harga
Agus Saifullah menduga pedagang tidak memasok beras ke Bulog karena margin kurang menarik. Sebaliknya, margin menjual ke pasar umum lebih menjanjikan. Jika dugaan ini benar, pemerintah lewat Bapanas perlu membuat kebijakan yang memberi peluang margin menjual beras ke Bulog kompetitif.

Salah satu yang bisa dipertimbangkan akan fleksibilitas harga. Fleksibilitas harga ini memungkinkan Bulog membeli beras di atas HPP dengan persentase tertentu. Agar efektif, kata Agus, fleksibilitas harga mesti berlaku dalam waktu tertentu. Bisa satu-dua minggu.

"Fleksibilitas harus jelas waktunya. Tidak seperti di masa lalu, yang berlaku panjang dan tidak jelas periode waktunya. Intinya, dihadapkan pada kondisi yang serba tidak pasti otoritas kebijakan perlu membuat kebijakan yang fleksibel," kata Agus.

Untuk penguatan CBP dalam jangka panjang, kata Agus, yang penting adalah faktor kelembagaan. Menurutnya, kelembagaan saat ini sudah lebih baik sejak adanya Bapanas. Lewat institusi yang dibentuk lewat Perpres 61 Tahun 2021 itu, berbagai perencanaan operasional Bulog dirancang dengan baik. 

Namun, kata Agus, yang terpenting adalah faktor penganggaran, baik pengadaan, penyaluran, pengeluaran saat CBP mengalami overstok, dan pengeluaran saat kualitas CBP turun akibat masa simpan yang lebih lama.

"Saya lihat instrumen-instrumen itu sebenarnya sudah ada, tinggal diimplementasikan dengan waktu yang tepat, yaitu pada September. Perencanaan perberasan pada September sebetulnya sudah selesai semua karena pengadaan relatif berkurang, penyaluran sudah terlihat, dan panen bisa diprediksi. Jika diperlukan impor, bisa ditentukan karena di akhir dan awal tahun produksi beras di kawasan ASEAN sedang berlangsung," urainya.

Berita Lainnya
×
tekid