Perilaku milenial pengaruhi DPK

masyarakat dinilai senang menempatkan aset di instrumen non-keuangan.

Petugas menjelaskan kegunaan dan manfaat tabungan simpanan pelajar (simpel) saat Festival bulan Inklusi Keuangan 2018 di Bandung, Jawa Barat, Rabu (24/10)./AntaraFoto

Kepala Divisi Analisis Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Ahmad Subhan Irani mengatakan, perilaku milenial turut berkontribusi terhadap perlambatan Dana Pihak Ketiga (DPK). 

"Mereka punya perilaku investasi bukan di bank karena mereka punya konsep investasi tidak di bank. Mencari return bukan di bank," ujar Ahmad Subhan Irani dalam Seminar Nasional The Consumer Banking Forum di Hotel Meridien, Jakarta, Kamis (22/11). 

Selain itu, masyarakat dinilai senang menempatkan aset di instrumen non-keuangan. Hal itu berdasarkan hasil survei dari Credit Suisse, aset non financial di Indonesia cukup tinggi dibandingkan dengan negara lain. Proporsi non 'financial asset' Indonesia mencapai 94,6% atau jauh lebih tinggi dibandingkan Vietnam pada 73%, Malaysia 74%, dan Singapura 52%. 

Namun dilihat dari nominal, perlambatan DPK secara drastis terjadi pada korporasi atau ritel ('wholesale') yang di atas Rp5 miliar. Sementara, pertumbuhan DPK di bawah Rp500 juta masih relatif konstan selama 2017 hingga 2018. 

Selain itu, Ahmad menduga ada faktor lain yang menyebabkan DPK melambat, yaitu penerbitan surat utang oleh pemerintah. Ia mengatakan, pemerintah mulai agresif dalam membiayai infrastruktur melaui surat utang.  "Apalagi suku bunga deposito rendah, tidak cukup menarik bagi perusahaan, seperti asuransi dan dana pensiun," imbuhnya.