Persyaratan ekspor tanaman hias asal Indonesia

Sejumlah negara menerapkan kebijakan fitosanitari guna mencegah penyebaran OPT pada tanaman hias.

Ilustrasi tanaman hias. Pexels

Tanaman hias Indonesia semakin diminati dunia internasional, di antaranya Amerika Serikat, Kanada, Belanda, Korea Selatan, Jepang, dan Australia. Namun, seiring peningkatan pasar ekspornya, banyak negara juga meningkatkan kewaspadaan keamanan dan kesehatan tanaman dalam negeri masing-masing dengan memperketat kegiatan ekspor melalui persyaratan fitosanitari.

Fitosanitari merupakan proses tindakan karantina tumbuhan yang dilakukan sebelum komoditas diekspor ke negara lain dengan tujuan menghindari organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dari negara asal tanaman menyebar. Dengan demikian, persyaratan fitosanitari sangat penting dan wajib dilakukan eksportir sebelum mengirim produknya ke luar negeri.

"Selain persyaratan fitosanitari, eksportir juga harus menyertai sertifikat kesehatan tumbuhan, melakukan pengeluaran tanaman di tempat yang telah ditetapkan, kemudian melaporkan dan menyerahkan tanaman hias ke Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian (Barantan Kementan)," ujar Kasub Koordinator Benih Ekspor dan Antar Area Pusat Karantina Tumbuhan dan KHN Barantan, Aulia Nusantara, dalam paparannya pada Alinea Forum bertajuk "Peluang Besar Ekspor Tanaman Hias", Jumat (30/9).

Selain dokumen yang telah diatur Kementan, eksportir juga harus menyiapkan dokumen pendukung lainnya yang berkaitan dengan kementerian atau lembaga lainnya. Salah satunya adalah CITES, yang ditujukan bagi spesies tanaman hias kategori dilindungi. Dalam prosesnya, dokumen CITES melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Jika aturan internal negara kita sudah terpenuhi, eksportir juga harus memenuhi persyaratan negara tujuan, misalnya surat izin pemasukan dari negara tujuan, sertifikat perlakuan, perlakuan, kepastian produk dari area produksi yang bebas dari OPT yang ditetapkan negara tujuan," tuturnya.