

Kenapa sektor pertanian moncer di triwulan I-2025?

Sektor pertanian muncul sebagai ‘jawara’ baru sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut lapangan usaha. Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (5/5) mencatat, dari total pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 yang tercatat 4,87%, sebanyak 1,11% dikontribusi oleh sektor pertanian, baru kemudian disusul industri pengolahan (0,93%), perdagangan (0,66%), serta informasi dan komunikasi atau infokom (53%).
Sektor dengan sumbangan produk domestik bruto (PDB) 12,66% itu tumbuh hingga 10,52% secara tahunan alias year on year (yoy) pada kuartal I-2025. Pertumbuhan tertinggi dibandingkan sektor lapangan usaha lainnya —mengalahkan industri pengolahan dan perdagangan—lantaran ditopang panen raya dan jagung.
Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan sektor pertanian tumbuh tinggi didorong oleh peningkatan permintaan domestik. Panen raya padi dan jagung pada kuartal I-2025 juga memicu meroketnya sektor pertanian. Subsektor tanaman pangan tumbuh hingga 42,26% (yoy). Adapun subsektor peternakan tumbuh 8,83% sejalan dengan peningkatan permintaan domestik daging dan telur selama Ramadan dan Hari Raya Idulfitri.
Angka produksi beras dan jagung pada triwulan I-2025 tercatat cukup tinggi ketimbang triwulan I-2024. Misalnya, produksi beras dan jagung (pipilan kadar air 14%) triwulan I-2024 total masing-masing hanya 5,6 juta ton dan 3,4 juta ton. Pada triwulan I-2025 produksi beras dan jagung (pipilan kadar air 14%) masing-masing naik menjadi 9,04 juta ton dan 4,64 juta ton.
"Jadi ada kenaikan yang lumayan tinggi," ujar Khudori kepada Alinea.id, Senin (5/5).
Mengapa naik tinggi?
Menurut Khudori, kenaikan produksi beras dan jagung pada triwulan I-2025 disebabkan oleh sejumlah faktor. Pertama, luas panen yang tinggi lantaran tingginya luas tanam, sehingga menopang angka produksi. Luas tanam tinggi karena tiga hingga empat bulan lalu saat tanam padi dan jagung iklim atau cuaca normal.
Sementara produksi beras dan jagung triwulan I-2024 rendah karena luas panen rendah. Luas panen rendah karena luas tanam yang rendah. Luas tanam rendah karena tiga hingga empat bulan, yakni September-Desember 2023 sebelum Januari-Maret 2024 iklim atau cuaca tidak normal karena ada El Nino.
"Jadi, pertumbuhan triwulan I-2025 tinggi salah satunya disumbang oleh iklim atau cuaca yang normal," katanya.
Merujuk data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), El Nino terjadi sejak Juni 2023 dan berlanjut hingga April 2024. Akibat El Nino, wilayah-wilayah produksi padi dan jagung di berbagai daerah yang tidak ada jaminan pasokan air akhirnya tidak diusahakan. Dus, produksi padi dan jagung tertekan akibat dampak El Nino.
"Untuk menekan dampak negatif El Nino, pada akhir 2023 Kementerian Pertanian menggenjot program pompanisasi. Program ini cukup menolong, sehingga produksi tidak terlalu tertekan," lanjutnya.
Kemudian kedua, iklim atau cuaca yang normal membuat pola produksi bergeser. Pada tahun 2024, puncak panen padi dan jagung masing-masing terjadi di April dan Februari.
Pada 2025, puncak panen padi dan jagung bergeser sebulan lebih awal. Puncak panen padi terjadi di Maret dan April, sedangkan puncak panen jagung di Februari. Untuk padi, produksi diperkirakan mulai melandai di Mei, sedangkan di jagung mulai melandai sejak April.
"Jadi, karena pergeseran puncak panen bisa dipahami jika pertumbuhan triwulan I-2025 begitu tinggi," ujarnya.
Selain itu, merujuk data BPS, pada triwulan I-2024 pertumbuhan pertanian terkontraksi yakni minus 0,41%. Karena baseline yang rendah, Khudori bilang, wajar jika di periode yang sama di tahun berikutnya bakal terjadi pertumbuhan yang tinggi atau rebound.
Kendati demikian, dia mengaku berbagai langkah dan program yang dilakukan pemerintah melalui kementerian teknis, yakni Kementerian Pertanian turut mendorong kinerja sektor pertanian. Sejak ditunjuk kembali menjadi Menteri Pertanian pada 25 Oktober 2023, Menteri Amran Sulaiman menggencarkan program pompanisasi, penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) dan mengembalikan alokasi subsidi pupuk jadi 9,5 juta ton.
Sejak tahun lalu, Kementerian Pertanian memfokuskan anggaran dan sumber daya manusia untuk menggenjot produksi padi dan jagung. Bahkan, tahun ini sumber daya juga difokuskan kepada dua komoditas itu.
"Wajar jika kedua komoditas mengalami pertumbuhan tinggi," katanya.
Selain itu, sejak Presiden Prabowo Subianto berkuasa juga dilakukan penyederhanaan mekanisme subsidi pupuk selain besaran subsidi dipertahankan pada 9,5 juta ton pupuk. Juga fokus penyediaan air melalui perbaikan irigasi, optimalisasi bendung/embung/waduk, dan melanjutkan program pompanisasi.
Meski demikian, menurut Khudori, pertanian di Indonesia masih tergantung pada kondisi iklim atau cuaca. Irama tanam dan irama panen ditentukan oleh situasi iklim atau cuaca. Di padi misalnya, dalam kondisi iklim atau cuaca normal, irama tanam serentak telah menghasilkan pola panen yang ajek: musim panen raya, yakni pada Februari-Mei dengan 60% hingga 65% dari total produksi setahun, panen gadu pada Juni-September dengan 25% hingga 30% dari total produksi setahun, serta musim paceklik pada Oktober-Januari dengan 5% hingga 15% dari total produksi setahun.
Pola panen ini akan bergeser, ke depan atau ke belakang, tergantung kondisi iklim atau cuaca. Ketika terjadi El Nino, tanam bisa bergeser ke belakang sehingga panen pun bergeser dari pola umumnya. Ketika terjadi La Nina, wilayah-wilayah yang semula tidak ditanami bisa ditanami karena tersedia air.
"Agar ketergantungkan pada iklim atau cuaca ini berkurang perlu ada terobosan inovasi dan teknologi yang memungkinkan faktor iklim atau cuaca bisa dimodifikasi atau dikendalikan," ujarnya.


Berita Terkait
Mengapa pertanian tumbuh tinggi di awal 2025?
Ribut-ribut pemerintah Pahang dan petani Durian Musang King
Ketika milenial didapuk jadi petani
Nelangsa petani guram: Lahan tergerus, pemerintah abai

