Pertarungan media konvensional di era serba media sosial

Media konvensional seperti televisi, radio, koran, dan portal online mengalami penurunan pendapatan karena pandemi dan konvergensi digital.

Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.

Kalau bukan karena urusan pekerjaan, Dilli Rochmawati kemungkinan besar tidak akan bersentuhan dengan koran. Kebutuhan media monitoring membuatnya harus menguprek beberapa surat kabar nasional untuk dokumentasi. Ya, Dilli menjadi satu dari jutaan milenial yang tak lagi menggantungkan kebutuhan informasinya dari media massa konvensional yakni televisi, koran, radio, atau bahkan portal berita.

“TV setahun belakang udah enggak pernah (nonton). Karena bisa streaming lewat aplikasi or website. Kadang mereka juga upload program mereka di Youtube, radio enggak sama sekali,” ujarnya saat berbincang dengan Alinea.id, Senin (10/1).

Untuk bisa up to date dengan perkembangan informasi, Dilli bergantung pada aplikasi media sosial Twitter. Dari cuitan di aplikasi berlambang burung itulah Dilli kerap mendapat berita-berita viral, termasuk dari akun media massa.

“Kalau jadi anak Twitter berasa selangkah lebih maju dari yang lain,” seloroh wanita 37 tahun ini. 

Namun, lulusan Sosiologi Universitas Jenderal Soedirman ini mengaku prihatin dengan kondisi media-media konvensional saat ini. Terlebih lagi untuk media cetak yang sudah beberapa tahun terakhir menemui senja kalanya. Pun begitu dengan televisi yang makin ditinggalkan penontonnya, serta radio yang makin sempit segmentasi konsumennya.