Menkeu: Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2022 salah satunya faktor windfall

Hasil ekspor dan bea cukai komoditas unggulan menjadi salah satu yang memengaruhi penerimaan negara tahun ini.

Ilustrasi Alinea.id/Bagus Priyo.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, dunia akan mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi yang terus meningkat. Bahkan International Monetary Fund (IMF) juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global tahun ini menurun dari 3,6% menjadi 3,2%, dan posisi ekonomi global di tahun mendatang, semakin lemah yaitu dari 3,6% turun di level 2,9%.

“Ini artinya ekonomi global akan terus melemah dan inflasi terus meningkat. Menurut IMF, tahun ini inflasi di negara maju akan naik menjadi 6,6% dan di negara berkembang naik menjadi 9,5%,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna yang membahas Nota Keuangan 2022 dan RAPBN 2023 di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (8/9).

Inflasi yang tinggi di negara maju tentu akan memberikan reaksi dari sisi kebijakan moneter dan diperketatnya likuiditas, sehingga memacu capital outflow dan volatilitas di sektor keuangan. Dalam hal ini, pemerintah juga mendesain RAPBN 2023 secara lebih fleksibel dengan tetap menjaga kredibilitas dan sustainabilitas atau keberlanjutannya.

Meski berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pekan lalu menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia naik impresif menjadi 5,44% dan bahkan lebih tinggi dari perkiraan awal yaitu 5,2%, Sri Mulyani tetap mengimbau agar hal ini terus dipertahankan mengingat ekonomi global ke depan masih tidak pasti.

Kenaikan pertumbuhan ekonomi triwulan II-2022 terjadi karena salah satu adanya faktor windfall. Hasil ekspor dan bea cukai komoditas unggulan menjadi salah satu yang memengaruhi penerimaan negara tahun ini, sehingga dalam menyusun RAPBN 2023 harus mempertimbangan windfall yang mungkin tidak akan terjadi lagi di tahun depan.