Potensi penipuan di balik investasi FOMO ala kripto

Investasi aset kripto makin terkerek gara-gara FOMO. Tanpa literasi, para investor bisa terjebak menjadi korban penipuan.

Ilustrasi Alinea.id/Debbie Alyuwandira.

Sudah jatuh tertimpa tangga. Itulah yang dirasakan Tong Zou, seorang Chinese Canadian yang tinggal di San Fransisco, Amerika Serikat. Setelah sepuluh tahun bekerja sebagai software engineer, Zou memutuskan berhenti dan ingin berkeliling dunia.

Kala itu, ia terpengaruh kisah sukses teman-temannya yang kaya mendadak karena Bitcoin. Bayangkan saja, cryptocurrency pertama di dunia ini pada 17 Juli 2010, harganya hanya US$0,09 namun kemudian melejit hingga menyentuh US$18.000 pada 2017.

Ia pun mengambil tiga pinjaman dengan totalnya mencapai US$85 ribu untuk membeli Bitcoin demi menambang uang lebih banyak. “Tapi akhir Desember 2018, Bitcoin jatuh hingga US$4.000, aku merugi 70-80% karena kejatuhan Bitcoin,” sebutnya dalam film dokumenter ‘Truts No One: The Hunt for the Crypto King’ yang ditayangkan di Netflix tahun 2022.

Film ini mengangkat kisah Zou dan beberapa investor Bitcoin lainnya yang menjadi korban sebuah platform jual beli Bitcoin terbesar di Kanada, Quadriga CX. Zou yang kebingungan kemudian menjual propertinya dan mendapatkan uang senilai US$400.000.

Ia berkeinginan memindahkan dananya itu ke Kanada tanpa melalui sistem perbankan karena akan dikenakan biaya administrasi cukup besar yakni 2%. Kemudian tercetuslah ide untuk menempatkan dananya di Quadriga CX dengan membeli Bitcoin. Niatnya, Bitcoin itu ingin segera ia cairkan dan disimpan di Kanada.