Praktik kotor penyelundupan jegal industri rotan nasional

Indonesia menjadi negara produsen rotan terbesar ketiga di dunia, namun industri rotan kerap kesulitan bahan baku karena penyelundupan.

Ilustrasi Alinea.id/Debbie Alyuwandira.

Suatu malam pada November 2021 lalu, Kapal Patroli Bea dan Cukai BC 30004 berhasil menangkap basah Kapal Layar Motor (KLM) Musfita yang membawa 207 ton rotan mentah. Patroli di Laut Utara, Pulau Subi, Kepulauan Natuna itu berhasil menggagalkan penyelundupan hasil hutan tersebut dari Kalimantan Selatan menuju Malaysia, melalui perairan Mempawah, Kalimantan Barat.

“Mereka telah melakukan tindak pidana kepabeanan di bidang ekspor, sesuai Pasal 102A huruf (a) dan atau Pasal 102A huruf (e) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan,” kata Kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan dan Hubungan Masyarakat Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kalimantan Bagian Barat Ferdinan Ginting, saat dikonfirmasi Alinea.id, Kamis (17/3).

Atas dasar pemeriksaan, DJBC Kalimantan Bagian Barat kemudian menetapkan nahkoda dan kepala kamar mesin sebagai tersangka. Keduanya dijerat dengan UU kepabeanan dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara serta denda 5 miliar.

Sementara itu, menurut Ferdinan, sama seperti kasus-kasus sebelumnya, penyelundupan dilakukan dengan modus pengiriman antar pulau. Hal ini guna menyamarkan penyelundupan sebagai pengiriman barang antar pulau.

Sebelumnya, yakni pada Maret 2021, Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat juga telah mengamankan 100 ton rotan mentah yang diangkut menggunakan KLM Buana Utama di perairan Tanjung Datu, Kalimantan Barat. Rencananya, rotan yang dikemas dalam ribuan bundle itu akan dikirim ke Serike, Malaysia dari perairan Sampit, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.