'Profesi' antirugi di belantara bisnis perberasan 

Rantai pasok beras salah satunya diisi oleh penebas, calo atau agen. Sebagai perantara mereka menyerok untung dari dua sisi.

Ilustrasi pengeringan gabah. Foto Pixabay.

Di berbagai sektor usaha, selalu ada pihak-pihak yang dipastikan senantiasa mendapatkan keuntungan. Bukan hanya memadai, tapi keuntungan besar. Mereka tidak mengenal rugi atau tekor. Termasuk ketika kondisi bisnis sedang lesu. 

Itu pula yang terjadi pada bisnis perberasan. Empat pemilik penggilingan dan pedagang beras di Sidoarjo, Jawa Timur, Yogyakarta, Karawang di Jawa Barat, dan Lampung yang menjadi sumber Alinea.id kompak menyebut satu 'profesi' yang selalu untung: penebas, calo atau agen. Kadang disebut perantara atau middleman.

Ketika harga gabah kering panen (GKP) naik tinggi setelah surat edaran batas atas pembelian gabah atau beras dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) dicabut pada 7 Maret 2023, penggilingan besar berlomba-lomba menaikkan harga pembelian gabah. Salah satunya PT Wilmar Padi Indonesia yang memiliki penggilingan di Mojokerto dan Ngawi, Jawa Timur, Serang di Banten, dan Kuala Tanjung di Sumatera Utara. 

"Situasi ini sudah dibaca penebas. Para perantara ini memanfaatkan situasi untuk mengeruk untung, yang membuat harga gabah semakin tidak terkendali. Sehari setelah surat edaran harga atas pembelian gabah atau beras Bapanas dicabut, harga GKP naik lebih dari Rp1.000 per kg," kata narasumber Alinea.id, Kamis (9/3) lalu.

Narasumber yang tidak mau disebutkan namanya itu menjelaskan, penebas atau tengkulak ini membeli gabah dari petani dan menjualnya ke pemilik penggilingan padi. Hanya bermodal keringat, mereka bisa mengantongi untung yang besar.