Prospek cerah bisnis coworking space setelah lesu dihajar pandemi

Bisnis coworking space yang lesu saat pandemi diperkirakan akan kembali cerah.

Ilustrasi Alinea.id/Bagus Priyo.

Tren bekerja dari rumah alias work form home/WFH telah marak dilakukan sejak awal tahun lalu, saat pandemi Covid-19 mulai menyebar masif di Indonesia. Terbaru, kantor-kantor sektor non-esensial hanya bisa meningkatkan kapasitas karyawan yang bekerja di kantor sebanyak 75% atau tidak seluruhnya. Kondisi ini berimbas pada bisnis coworking space yang mulai booming sejak beberapa tahun terakhir.

Pola WFH telah membuat tingkat hunian atau okupansi dari gedung-gedung perkantoran turun drastis. Misalnya tingkat okupansi gedung perkantoran di kawasan bisnis terpadu (Central Business District/CBD) atau non-CBD Jakarta yang pada kuartal-III 2021 masih berada di level 72% dari stok kumulatif yang seluas 6 juta meter persegi. Artinya, ada 28% ruang kosong gedung-gedung perkantoran di Jakarta, atau sekitar 1,68 juta meter persegi ruang kantor tak berpenghuni. 

Di saat yang sama, penurunan tingkat hunian terjadi pada ruang-ruang yang dimiliki oleh coworking space alias ruang kerja bersama. Menurut catatan Perhimpunan Pengusaha Jasa Kantor Bersama Indonesia atau Perjakbi, pada awal pagebluk atau sekitar April hingga Juni, tingkat okupansi ruang coworking space anjlok lebih dari 50%.

Coworking space sendiri berarti tempat untuk orang-orang dari organisasi berbeda untuk bekerja. Tempat ini biasanya berbentuk ruangan terbuka yang cukup luas untuk menampung banyak orang, baik dari perusahaan, komunitas, atau individu berbeda yang bekerja. 

Senior Director Office Service Colliers Indonesia Bagus Adikusumo mengatakan, penyewa coworking space tidak hanya terbatas pada individu atau perorangan saja, baik karyawan perusahaan, freelancer, hingga influencer. Melainkan banyak juga penyewa dari perusahaan-perusahaan rintisan (startup). Bahkan, menurut hitungannya, penyewa dari perusahaan startup dapat mencapai 78%-80% dari total penyewa ruang kerja bersama.