Rupiah kian melemah, sanggupkah pemerintah membayar utang valas?

Deviasi kurs yang semakin jauh dari asumsi APBN, berdampak kepada membengkaknya anggaran untuk membayar kewajiban utang valas.

Bank Indonesia mencatat total utang luar negeri pemerintah hingga Februari 2018 mencapai US$ 177,85 miliar atau melonjak 43,9% dibandingkan posisi akhir 2014 lalu./Antara Foto

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terus berlanjut. Kurs rupiah ditutup melemah 20 poin atau terdepresiasi 0,14% pada level Rp13.913 per dollar AS pada perdagangan Senin (30/4) kemarin.

Peneliti INDEF Bhima Yudhistira mengatakan deviasi kurs yang semakin jauh dari asumsi APBN, berdampak kepada membengkaknya anggaran yang digunakan untuk pembayaran kewajiban utang valas. Asumsi kurs rupiah di APBN ditarget hanya berkisar Rp 13.400 per dollar AS. 

"Dengan melemahnya rupiah, deviasinya makin besar. Misalnya asumsi kurs bisa Rp 14.000, maka selisih pembayaran utang luar negeri pemerintah mencapai Rp 5,5 triliun," terang Bhima kepada Alinea.

Bank Indonesia mencatat total utang luar negeri pemerintah hingga Februari 2018 mencapai US$ 177,85 miliar atau melonjak 43,9% dibandingkan posisi akhir 2014 lalu yang sekitar US$123,80 miliar. Mayoritas utang luar negeri pemerintah merupakan surat utang yang mencapai US$121,55 miliar, sisanya merupakan pinjaman.

Kondisi akan semakin buruk saat utang luar negeri kian bertambah, namun kinerja ekspor tak optimal. Akibatnya, debt to service ratio (DSR) meningkat. Saat ini angka DSR sudah berada dikisaran 34%, atau di atas batas aman Dana Moneter Internasional (IMF) yang menetapkan maksimum di level 25%.