Sandungan industri kimia menuju pemain dunia 2030

Cita-cita Indonesia menjadi pemain dunia dalam industri kimia 2030 mendatang terganjal sejumlah persoalan.

Ilustrasi Alinea.id/Enrico P. W.

Bahan kimia atau barang-barang dari bahan kimia tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Sabun, sampo, produk kosmetik, obat-obatan, detergen, bahan bakar kendaraan, hingga makanan dan pakaian, menjadi kebutuhan sehari-hari. 

Karenanya, tak heran jika bahan kimia yang dibuat oleh industri kimia sering kali menjadi salah satu katalis bagi sektor industri di sebuah negara. Bahkan, menurut Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian (IKFT Kemenperin) Muhammad Khayam, produksi dan konsumsi produk kimia sering digunakan sebagai tolok ukur tingkat kemajuan dan kesejahteraan suatu negara.
 
Pun demikian di Indonesia. Bersama enam sektor lainnya, yakni makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik, farmasi, dan alat kesehatan, pemerintah menggolongkan kimia dan barang-barang dari bahan kimia ke dalam industri prioritas. Pemerintah menjadikan sektor-sektor ini sebagai tumpuan pertumbuhan ekonomi nasional dan katalis agar tujuan untuk menjadi salah satu pemain dunia di 2030 dapat terwujud.

"Itu karena rantai nilai industri kimia erat kaitannya dengan sektor ekonomi produktif lainnya, seperti pangan, sandang dan papan, serta penyediaan bahan baku berbagai industri lainnya. Elektronik dan otomotif, contohnya," katanya, kepada Alinea.id beberapa waktu lalu.

Di Indonesia, beberapa subsektor kimia yang telah berkembang antara lain, industri petrokimia, oleokimia, hingga agrokimia. Selain itu, industri turunan dari sektor kimia, seperti kosmetik dan farmasi pun tak kalah pesat perkembangannya.