Sertifikasi Halal diterapkan 17 Oktober, pelaku usaha belum siap

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) akan diterapkan secara tetap atau mandatory pada 17 Oktober 2019.

Diskusi "Menyikapi Wajib Sertifikasi Halal" digelar di Hotel Millennium, Jakarta, Rabu (25/9). Alinea.id/Robertus Rony

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) akan diterapkan secara tetap atau mandatory pada 17 Oktober 2019. Selama ini, UU tersebut berlaku secara sukarela (voluntary) sehingga tidak berkekuatan hukum bagi setiap produk usaha. Ke depan, badan usaha diwajibkan untuk mengurus sertifikasi halal untuk produk usahanya.

Matsuki selaku Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di Jakarta, Rabu (25/9) mengatakan, kebijakan tersebut akan berlaku secara bertahap yang mencakup sosialisasi kepada publik dan pelaku usaha.

“Kebijakan 17 Oktober (pemberlakuan UU JPH) itu ada tahapannya. Ada sosialisasi, edukasi kepada anggota asosiasi pengusaha, juga kepada masyarakat luas,” kata Matsuki dalam acara diskusi Menyikapi Wajib Sertifikasi Halal, di Hotel Millenium, Tanah Abang, Jakarta.

Menjelang penetapan aturan dalam UU itu, sejumlah pelaku usaha mengungkapkan kegelisahannya. Ketua Umum Waralaba dan Lisensi Indonesia Levita Supit Ginting berharap agar kewajiban pelaku usaha mendaftarkan sertifikasi halal produk usahanya tak membuat perkembangan industri makanan dan minuman di Indonesia terhambat.

“Perlu ada koordinasi antara MUI dan pemerintah. Ini harus dibicarakan bersama-sama, jangan sampai merugikan para pelaku usaha,” ujarnya.