Skema power wheeling menambah beban negara

Skema power wheeling diusulkan Kementerian ESDM dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).

Ilustrasi. Freepik

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga kini belum rampung menyusun daftar inventarisasi masalah Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (DIM RUU EBET). Salah satunya penyebabnya skema pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik (power wheeling) dipersoalkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menilai, skema power wheeling bakal membebani negara. Pangkalnya, ada potensi kelebihan pasokan listrik atas realisasi proyek pembangi 35.000 megawatt (MW) hingga 7,4 gigawatt (GW) pada akhir 2022.

"Di sisi lain, biaya yang ditanggung atas kelebihan pasokan listrik mencapai Rp3 triliun per gigawatt sehingga total beban negara mencapai Rp22 triliun," ucapnya dalam keterangannya, Selasa (25/10).

Kemenkeu menginterupsi usulan Kementerian ESDM tentang skema power wheeling dalam RUU EBET lantaran dianggap merugikan PLN. Namun, Kementerian ESDM bakal berupaya agar keinginannya disetujui.

Kementerian ESDM mengakui, ada kelebihan pasokan listrik, tetapi berasal dari pembangkit yang sudah ada (existing), yang cenderung menggunakan fosil. Sementara itu, skema power wheeling dalam RUU EBET hanya untuk sumber energi terbarukan.