Suku bunga tinggi di era pelonggaran moneter

Bank Indonesia telah lima kali menurunkan suku bunga acuan sepanjang tahun 2020, namun transmisinya ke lembaga perbankan masih lambat.

Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan.

Melalui telekonferensi dari kantornya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur BI pada 17-18 November silam. Rapat tersebut memutuskan suku bunga acuan BI 7-Days Repo Rate turun dari 4,00% menjadi 3,75%. Penurunan ini merupakan yang kelima kalinya sepanjang tahun 2020. Pada awal tahun, BI 7-Days Repo Rate masih berada di level 5,00%.

"Keputusan ini mempertimbangkan prakiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga, dan sebagai langkah lanjutan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional," katanya pada Rabu (18/11).

Penurunan suku bunga acuan tersebut merupakan salah satu kebijakan pelonggaran moneter yang dilakukan oleh BI. Hingga 17 November 2020, BI telah menambah likuiditas di perbankan (quantitative easing) sebesar  Rp680,89 triliun. Angka ini bersumber dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) Rp155 triliun, ekspansi moneter Rp510,09 triliun, dan sisanya dari sumber lainnya.

“Sejalan dengan kebijakan moneter dan makroprudensial akomodatif yang ditempuh BI. Likuiditas tetap longgar, sehingga mendorong suku bunga terus turun dan mendorong perekonomian,” ungkapnya.

Perry menambahkan kebijakan penurunan BI 7-Days Repo Rate telah berkontribusi pada penurunan suku bunga deposito dan kredit modal kerja dari masing-masing 5,18% dan 9,40% pada September 2020 menjadi 4,93% dan 9,38% pada Oktober 2020. Kemudian, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun juga turun dari 6,58% pada akhir Oktober 2020 menjadi 6,13% per 18 November 2020.