Tak angkut barang, manfaat kereta cepat minim bagi perekonomian

Proyek Kereta Cepat dinilai minim manfaat bagi perekonomian sekitar karena hanya mengangut penumpang.

Presiden Joko Widodo (kiri) saat menjajal naik Kereta Cepat Whoosh. Foto: BPMI Setpres/Kris.

Tepat di Hari Batik Nasional, 2 Oktober 2023, Kereta Cepat Whoosh, Jakarta-Bandung resmi meluncur. Belum usai gegap gempita peluncuran kereta cepat pertama di Asia Tenggara ini, Indonesia ingin melangkah lebih jauh. Jalur Kereta Api Cepat Jakarta-Surabaya pun segera direalisasikan. 

Rencananya, jalur kereta cepat tak hanya sampai Surabaya saja tetapi hingga bakal diperpanjang hingga Banyuwangi, Jawa Timur atau perbatasan dengan Bali dengan jarak 720 kilometer. Dengan Kereta Api cepat yang bernama Merah Putih ini, waktu tempuh Jakarta-Surabaya hanya akan memakan waktu 4 jam dari yang sebelumnya harus memakan waktu 9 jam.

Meski demikian, banyak yang mempertanyakan apa tujuan dari pembangunan kereta cepat. Utamanya apakah proyek kereta cepat ini bakal berdampak positif bagi perekonomian tanah air. Pasalnya, kereta cepat jalur Jakarta-Bandung hanya menjadi bentuk transformasi transportasi penumpang, bukan barang.

Pengamat Tata Kota, Nirwono Joga menyatakan jika kereta cepat diperhatikan sebagai pembangunan yang mempengaruhi ekonomi di Indonesia maka terdapat 2 poin yang harus dipertanyakan. Pertama terkait apa fungsi dari kereta cepat yang sudah dibangun. Lalu yang kedua bagaimana perkembangan kota dan kabupaten yang dilintasi terutama lokasi stasiun kereta cepat, terutama dari sisi peningkatan penumpang.

“Kalau manfaatnya hanya untuk orang saja, maka yang dihitung adalah bagaimana perkembangan kota, dan kabupaten yang dilintasi. Di mana kota-kota atau kabupaten itu mendapatkan manfaat atau tidak, nah ini yang menjadi pertimbangan, kalau tidak nanti bisa dipastikan pembangunan kereta cepat tadi itu tidak akan untung,” ujarnya saat dihubungi Alinea.Id, Senin (30/10).