sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tak angkut barang, manfaat kereta cepat minim bagi perekonomian

Proyek Kereta Cepat dinilai minim manfaat bagi perekonomian sekitar karena hanya mengangut penumpang.

Ummu Hafifah
Ummu Hafifah Senin, 30 Okt 2023 20:15 WIB
Tak angkut barang, manfaat kereta cepat minim bagi perekonomian

Tepat di Hari Batik Nasional, 2 Oktober 2023, Kereta Cepat Whoosh, Jakarta-Bandung resmi meluncur. Belum usai gegap gempita peluncuran kereta cepat pertama di Asia Tenggara ini, Indonesia ingin melangkah lebih jauh. Jalur Kereta Api Cepat Jakarta-Surabaya pun segera direalisasikan. 

Rencananya, jalur kereta cepat tak hanya sampai Surabaya saja tetapi hingga bakal diperpanjang hingga Banyuwangi, Jawa Timur atau perbatasan dengan Bali dengan jarak 720 kilometer. Dengan Kereta Api cepat yang bernama Merah Putih ini, waktu tempuh Jakarta-Surabaya hanya akan memakan waktu 4 jam dari yang sebelumnya harus memakan waktu 9 jam.

Meski demikian, banyak yang mempertanyakan apa tujuan dari pembangunan kereta cepat. Utamanya apakah proyek kereta cepat ini bakal berdampak positif bagi perekonomian tanah air. Pasalnya, kereta cepat jalur Jakarta-Bandung hanya menjadi bentuk transformasi transportasi penumpang, bukan barang.

Pengamat Tata Kota, Nirwono Joga menyatakan jika kereta cepat diperhatikan sebagai pembangunan yang mempengaruhi ekonomi di Indonesia maka terdapat 2 poin yang harus dipertanyakan. Pertama terkait apa fungsi dari kereta cepat yang sudah dibangun. Lalu yang kedua bagaimana perkembangan kota dan kabupaten yang dilintasi terutama lokasi stasiun kereta cepat, terutama dari sisi peningkatan penumpang.

“Kalau manfaatnya hanya untuk orang saja, maka yang dihitung adalah bagaimana perkembangan kota, dan kabupaten yang dilintasi. Di mana kota-kota atau kabupaten itu mendapatkan manfaat atau tidak, nah ini yang menjadi pertimbangan, kalau tidak nanti bisa dipastikan pembangunan kereta cepat tadi itu tidak akan untung,” ujarnya saat dihubungi Alinea.Id, Senin (30/10).

Menurutnya, apabila pembangunan kereta cepat tidak bermanfaat bagi perkembangan ekonomi di sekitar kota atau kabupaten tempat kereta cepat itu berdiri, maka dapat dikatakan bahwa pembangunan kereta cepat tersebut tidak memberikan keuntungan ataupun dampak ekonomi.

Apalagi, mega proyek kereta cepat Jakarta-Bandung saja sudah menambah utang Indonesia ke China hingga Rp79 triliun. Lalu bagaimana dampak selanjutnya apabila jalur dari kereta cepat mengalami perpanjangan sampai ke Banyuwangi, Jawa Timur.

“Tentu akan lebih besar risiko utangnya, karena kereta cepat jalur Jakarta-Bandung saja masih belum jelas kapan lunasnya. Lalu bagaimana bisa membangun jalur baru ke perbatasan Jawa Timur-Bali,” cetusnya. 

Sponsored

Dia juga menyoroti belum adanya grand design pengembangan jalur transportasi kereta cepat hingga saat ini. Di mana pengembangan jalur hanya parsial, misal Jakarta-Bandung yang kemudian usulannya akan diperpanjang sampai Surabaya. 

“Sekarang muncul lagi dari Surabaya-Bali, harusnya kita punya grand design tetapi bangunnya bertahap,” lanjutnya.

Sejalan dengan itu, harus ada kalkulasi tersendiri berapa investasi yang kemudian dihabiskan dan kemana uang tersebut berjalan. Misalnya untuk tenaga kerja, infrastruktur yang dibangun, layanan, rekonstruksi, dan lain sebagainya.

Untuk diketahui, Kereta Cepat Merah Putih menurut rencana akan menghubungkan Jakarta-Surabaya via lintas utara melalui Cirebon dan Semarang. Proyek ini merupakan hasil kolaborasi antara Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA. Proyek pengembangan ini sudah dilakukan sejak 2019 dan ditargetkan selesai pada 2025 dan bisa diuji coba pada 2026.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai dari sisi besaran investasi, kereta cepat Jakarta-Surabaya menurutnya tidak terlalu besar. Pasalnya, sudah ada investasi infrastruktur yang berjalan di sana. 

“Pertama misalnya jalan tol, sudah sampai Probolinggo itu pasti lebih signifikan untuk ekonomi dibanding kereta cepat, karena kalau jalan tol yang angkut lebih banyak ke barang, kalau kereta cepat umumnya hanya kereta penumpang, jadi multiplier effect ekonominya adalah berapa banyak penumpang yang ada disitu,”  katanya kepada Alinea.id, Senin (30/10).

Dia menekankan manfaat dan pengaruh ekonomi kereta cepat masih belum signifikan dibanding dari biaya yang harus dihasilkan. Untuk kereta cepat Jakarta-Bandung saja menelan investasi jumbo hingga US$7,2 miliar atau setara Rp110,16 triliun. Terlebih lagi, sumber dari pembangunan kereta cepat ini merupakan utang. 

“Jika mengacu pada negara lain, kereta cepat dengan jarak tempuh yang jauh tentu akan memiliki biaya yang lebih mahal dibanding pesawat dan jalan tol,” tambahnya.

Mencegah pencurian

Selain manfaat yang minim bagi perekonomian, PT. KAI juga mengeluhkan infrastruktur kereta api masih sangat rentan dicuri akibat penataan ruang yang masih kurang diperhatikan. Ini terjadi lantaran koridor kereta api menyatu dengan pemukiman warga, sehingga memudahkan akses untuk melakukan tindak pencurian.

“Harus mengembangkan sistem kereta apinya sendiri, sistem kereta api kedepan itu jangan seperti sekarang. Apalagi revolusi kereta api di Perancis, Jepang, Cina itu bisa dikatakan bahwa sistem kereta apinya sudah melompat 10 tahun ke depan, kita ini masih memakai sistem kereta api zaman Belanda. Ini yang harus diubah sehingga kereta api tadi dapat menjadi andalan transportasi massa,” ujar Nirwono Joga

Pencurian terhadap infrastruktur kereta api yang masih kerap terjadi juga harus mendapatkan perhatian lebih. Tauhid Ahmad menilai harus ada penguatan proteksi, seperti sistem CCTV, agar setiap sudutnya ada pengawasan.

“Lalu harus ada penegakkan sanksi mau seperti apapun bentuk kejahatannya,” ungkapnya.
 

Berita Lainnya
×
tekid