Untung dan buntung bisnis musiman Ramadan di masa pandemi

Coronavirus membuat bisnis musiman hadapi kendala dan peluang sekaligus.

Bisnis musiman Ramadan terganjal penyebaran wabah Coronavirus. Alinea.id/Oky Diaz.

Bagaikan sebuah musim, Ramadan adalah secercah semi yang lahir tatkala kemarau panjang ‘menyelimuti’ bumi. Di bulan ini, jari-jari roda ekonomi seakan tengah diperbarui dan mesin utama pendapatan negara, yakni Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sedang kencang-kencangnya berlari.

Tahun lalu, Bank Indonesia mencatat, uang tunai yang ada di tangan masyarakat menembus angka Rp160 triliun lebih. Sebanyak Rp84 triliun dari jumlah itu khusus berputar di pulau Jawa selama Ramadan-Idul Fitri 1440 Hijriyah lalu. Hal ini tidak lain tidak bukan dipicu oleh tingginya minat berbelanja masyarakat Indonesia saban bulan Ramadan tiba.

Tradisi-tradisi seperti buka puasa bersama, mudik, silaturahmi keluarga dan lain sebagainya menjadi sejumlah alasan mengapa minat berbelanja masyarakat Indonesia semakin tinggi di bulan Ramadan. Daya beli yang tinggi juga tak lepas dari adanya kucuran Tunjangan Hari Raya (THR) yang diterima masyarakat menjelang Lebaran. Dari tradisi ini pulalah, akhirnya muncul fenomena bisnis musiman yang kerap dimanfaatkan para pengusaha dadakan semasa bulan suci.

 

Sejak dahulu hingga sekarang, setiap bulan suci akan banyak orang yang mulai berjualan takjil, busana muslim, kue kering, parsel, dan lain sebagainya. Mereka berharap bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari bisnis yang hanya ramai satu tahun sekali itu.