Tanpa HPL, BP Batam klaim berhak kuasai lahan Pulau Rempang dan Galang sejak 1992

Rencana pembangunan Rempang Eco City memicu bentrok antara ribuan masyarakat adat Pulau Rempang dengan aparat, awal September 2023.

BP Batam berhak menguasai lahan Pulau Rempang dan Pulau Galang sejak 1992 sekalipun tanpa memiliki HPL. Dokumentasi BP Batam

Ombudsman RI menyebut Badan Pengusahaan (BP) Batam tidak menguasai lahan di Pulau Rempang. Pangkalnya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) hingga kini belum menerbitkan sertifikat hal pengelolaan lahan (HPL) lantaran masih dikuasai masyarakat.

BP Batam membantah pernyataan tersebut. Sekalipun tidak memiliki HPL, instansi pusat yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2007 ini mengklaim, lahan Pulau Rempang dan Pulau Galang otomatis dikuasainya karena masuk dalam wilayah kerja.

"Karena kawasan tersebut masuk wilayah kerja BP Batam, sehingga HPL Pulau Rempang berada di BP Batam," ucap Kepala Biro Humas, Promosi, dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, dalam keterangannya, Kamis (5/10).

Ia beralasan, penguasaan Pulau Rempang dan Galang di bawah BP Batam berlangsung sejak optimalisasi Batam menjadi kawasan industri dengan pembentukan Otorita Batam melalui Keputusan Presiden/Keppres Nomor 41 Tahun 1973. Di dalam keppres tersebut memuat seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam diserahkan dengan hak pengelolaan kepada Otorita Batam, yang berubah menjadi BP Batam pada 2007.

Ariastuty menambahkan, wilayah kerja Otorita Batam atau BP Batam ditambah Pulau Rempang dan Pulau Galang seiring terbitnya Keppres 28/1992. Karenanya, BP Batam membangun 6 jembatan senilai Rp400 miliar yang menghubungkan Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru pada 1992-1998.