Hijab, persekusi, dan kontrarevolusi kaum perempuan di Iran 

Kematian Mahsa Amini kembali memicu gelombang protes terhadap kewajiban berhijab di Iran.

Ilustrasi perempuan berkerudung di Iran. Alinea.id/MT Fadillah

Maryam Ebdali melangkah menyusuri jalanan di Naderi Avenue, Teheran, Iran pada suatu hari di bulan Juni 1981 itu. Sesaat lagi, perempuan berusia 31 tahun itu bakal tiba di tempat tujuannya, sebuah toko susu di kawasan pusat ibu kota Iran tersebut. Namun, sebuah teriakan menghentikan langkahnya. 

Sebuah minibus terparkir tak jauh dari toko susu itu. Dari dalam minibus, seorang pria berseru-seru dan meminta Ebdali masuk ke mobil. "Kamu mengenakan hijab secara tidak pantas," kata pria itu. 

Mulanya, Ebdali menolak. Ia merasa telah mengenakan busana muslim secara wajar. Pakaiannya tak ketat dan lehernya sama sekali tak terlihat. Hanya kerudungnya yang sedikit bergeser sehingga menunjukkan sejumput rambut Ebdali. 

Argumentasi Ebdali sia-sia. Ia pun digiring masuk ke minibus. Kedua matanya ditutup kain hitam. Minibus pun bergerak. Ebdali dibawa ke sebuah ruangan. 

Ia menunggu lama sebelum seorang mullah, sebutan untuk ulama di Iran, masuk ke dalam ruangan itu. Sang mullah bertanya apakah Ebdali menyadari kesalahannya sehingga ia dikurung di ruangan itu.