Palestina menginginkan proses kolektif untuk capai perdamaian

Palestina menegaskan bahwa perdamaian dengan Israel tidak akan mungkin terwujud tanpa menyelesaikan perselisihan tentang Yerusalem.

Ilustrasi / Pixabay

Pejabat Palestina yang menghadiri konferensi dua hari tentang status Yerusalem memperingatkan bahwa perdamaian dengan Israel tidak akan mungkin terwujud tanpa menyelesaikan perselisihan tentang kota suci bagi tiga agama itu. Palestina dan Israel sama-sama menginginkan Yerusalem sebagai ibu kota mereka.

Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel diyakini akan memiliki konsekuensi politik, hukum dan sosial ekonomi yang signifikan.

Riyad Mansour, utusan tetap Palestina untuk PBB di New York, memperingatkan bahwa kebijakan Trump tersebut akan mengancam prospek solusi damai.

Mansour menekankan, pemerintah AS telah kehilangan seluruh kredibilitasnya dengan menghadiahkan Yerusalem kepada Israel dan memindahkan kedutaannya ke sana.

"Kami menghadapi gempa bumi (pengakuan Yerusalem oleh AS) ini dengan mengatakan bahwa mereka mendiskualifikasi diri sebagai perantara yang jujur ​​antara kami dan Israel," kata Mansour. "Dan, presiden kami sudah datang ke Dewan Keamanan dan mengatakan AS tidak lagi memegang kendali proses (perdamaian) ini atau bertindak sebagai mediator. Kami menginginkan proses kolektif."