Parlemen Jepang loloskan UU darurat coronavirus

Jepang mencatat 1.387 kasus infeksi coronavirus, termasuk sekitar 697 kasus dari kapal pesiar Diamond Princess.

Warga memakai masker di Tokyo, Jepang, Senin (9/3). ANTARA FOTO/REUTERS/Hannibal Hanschke

Parlemen Jepang pada Jumat (13/3) meloloskan UU yang akan memberikan Perdana Menteri Shinzo Abe wewenang khusus untuk mendeklarasikan keadaan darurat demi membantu mengatasi penyebaran coronavirus jenis baru di negara itu.

Berdasarkan UU tersebut, Abe dapat memerintahkan penutupan sekolah, membatalkan pertemuan massal, dan mengelola persediaan medis demi memperlambat penyebaran coronavirus jenis baru di negara itu. PM Abe perlu mendeklarasikan keadaan darurat nasional untuk menerapkan langkah-langkah tersebut.

UU tersebut, yang mengubah UU tahun 2012 yang dibuat setelah Jepang dilanda epidemi flu pada 2009, disetujui oleh dewan majelis tinggi setelah pada Kamis (12/3) lolos di majelis rendah.

Deklarasi keadaan darurat akan memungkinkan gubernur-gubernur tiap prefektur membuat berbagai jenis perintah, termasuk langkah-langkah pencegahan seperti meminta orang untuk tidak keluar dari rumah masing-masing dan menerapkan jam malam. Pemerintah prefektur juga dapat mengambil alih tanah untuk membangun fasilitas medis sementara demi mengatasi lonjakan pasien terinfeksi.

Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga pada Kamis menyebut bahwa pada saat ini, pemerintah belum mempertimbangkan untuk segera mengumumkan keadaan darurat nasional. Dia menyebut, pemerintah akan berunding sebelum memutuskan apakah akan mendeklarasikan keadaan darurat atau tidak karena hal itu akan berdampak serius pada kehidupan sehari-hari masyarakat.