Di balik gejala depresi calon dokter spesialis

Skrining yang dilakukan Kemenkes menemukan, 22,4% peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) mengalami gejala depresi.

Ilustrasi dokter dan petugas kesehatan./Foto cromaconceptovisual/Pixabay.com

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan skrining kesehatan jiwa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di 28 rumah sakit vertikal--rumah sakit yang berada di bawah pengelolaan Kemenkes--pada 21, 22, dan 24 Maret 2024. Hasilnya, skrining yang dilakukan pada 12.121 calon dokter spesialis dengan menggunakan kuesioner Patient Health Questionnaire-9, sebanyak 22,4% mengalami gejala depresi. 

Rinciannya, 75 peserta atau 0,6% mengalami depresi berat, 178 peserta atau 1,5% depresi sedang-berat, 486 peserta atau 4% depresi sedang, dan 1.977 peserta atau 16,3% depresi ringan.

Bahkan, 3,3% calon dokter spesialis merasa lebih baik mengakhiri hidup atau ingin melukai diri sendiri. Program studi yang melaporkan calon dokter spesialis dengan gejala depresi terbanyak, yakni ilmu penyakit mulut (53,1%), ilmu kesehatan anak (41,3%), dan bedah plastik (39,8%).

Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, tujuan utama skrining itu adalah mencoba untuk melihat apakah ada deteksi awal terkait kesehatan mental pada peserta PPDS. Lalu, mencermati laporan perundungan yang terjadi di rumah sakit vertikal untuk peserta calon dokter spesialis. Sebab, katanya, perundungan bisa pula menjadi indikasi awal dari gangguan kesehatan mental.

"Jadi, sekali lagi, ini adalah deteksi awal dan (untuk mengetahui) apakah perundungan ini menjadi salah satu penyebab depresi," ujar Siti kepada Alinea.id, Selasa (16/4).