Gubernur Anies harap TIM jadi tuan rumah dari penampilan seni kelas dunia

Revitalisasi ini bagaimana agar TIM terus dan makin menjadi rujukan dalam kegiatan seni dan budaya di Indonesia.

Taman Ismail Marzuki. Foto Facebook

Taman Ismail Marzuki (TIM) pertama kali diresmikan pada 10 November 1968 oleh Gubernur DKI Jakarta kala itu, Ali Sadikin. TIM dibangun sebagai manifestasi kebebasan berekspresi para seniman di Indonesia. Nama komposer Ismail Marzuki dipilih untuk menyandang nama pusat kesenian ini, sebagai penghargaan atas jasanya yang telah menciptakan lebih dari 200 lagu.

Ketua Dewan Kesenian Jakarta Danton Sihombing menjelaskan, secara sekilas mengenai pembentukan Dewan Kesenian Jakarta dan awal mula berdiri Institut Kesenian Jakarta (IKJ), sebagai pendidikan yang mengajarkan beragam seni dan perfilman,

“Pengelola TIM waktu itu, Badan Pembina Kebudayaan, lalu diganti menjadi Dewan Kesenian Jakarta yang berdiri dan ditetapkan oleh Ali Sadikin pada Juni 1968. Dua tahun kemudian, diusulkan Dewan Kesenian Jakarta, berdirinya sekolah seni, perguruan tinggi yang mengajarkan seni-seni modern kreatif. Berdirilah yang namanya Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ), yang sekarang kita kenal sebagai IKJ,” jelasnya, dalam keterangannya dipantau online, Selasa (11/10). 

TIM telah melewati proses revitalisasi yang berlangsung selama tiga tahun sejak 2019. Jakarta Propertindo sebagai badan usaha milik daerah Provinsi DKI Jakarta, menyiapkan anggaran hingga Rp1,4 triliun agar TIM bisa berganti wajah menjadi lebih modern dan representatif.

Menurut Gubernur DKI Anies Baswedan, revitalisasi tersebut diharapkan menjadikan TIM menjadi ekosistem kebudayaan kelas dunia. Di mana yang beraktivitas di TIM menemukan tempat untuk bisa tampil dan berinteraksi untuk saling belajar.