close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ondel-ondel dulunya bukan sekadar alat buat mengamen di jalanan. Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan
icon caption
Ondel-ondel dulunya bukan sekadar alat buat mengamen di jalanan. Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 10 Juni 2025 15:00

“Gue keliling bawa ondel-ondel bukan cuma cari uang, tapi buat hibur warga…”

Pemprov DKI Jakarta bakal menerbitkan perda terkait ondel-ondel mengamen.
swipe

Pemprov DKI Jakarta menargetkan pembuatan peraturan daerah (perda) soal larangan ondel-ondel mengamen selesai sebelum peringatan hari jadi ke-498 Kota Jakarta. Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, perda tersebut disusun bersama Lembaga Adat Masyarakat Betawi. Aturan itu pun akan menjadi dasar hukum pelestarian budaya Betawi yang lebih terstruktur dan spesifik.

“Inilah sebetulnya harus kita ambil alih. Pemerintahan ambil alih untuk menempatkan kegiatan atau kesenian kepada tempat yang baik,” kata Rano ditemui dalam kegiatan car free day (CFD) di Dukuh Atas, Jakarta, Minggu (8/6), dikutip dari Antara.

Akhir bulan lalu, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo meminta supaya ondel-ondel tidak lagi digunakan untuk mengamen di jalanan. Menurut Pramono, dikutip dari Antara, ondel-ondel adalah salah satu warisan budaya yang dinamis dan tak seharusnya dianggap remeh.

Karenanya, ujar Pramono, pemerintah harus memberi dukungan dan ruang agar seniman ondel-ondel dapat tampil secara layak. Sejauh ini, ada 42 sanggar ondel-ondel di Jakarta yang tengah diperhatikan secara khusus oleh Pemprov DKI Jakarta.

“Saya memesankan supaya, mohon maaf, ondel-ondel tidak digunakan untuk mencari nafkah di jalan, mengamen lah. Tetapi, betul-betul dirawat dengan baik,” kata Pramono, dikutip dari Antara.

Menanggapi wacana aturan “menertibkan” ondel-ondel mengamen, seorang pengamen ondel-ondel, Maulana, mengaku kecewa.

“Kalau menurut saya sih, aneh aja. Ondel-ondel itu dari dulu udah jadi hiburan di kampung-kampung, terus di jalanan juga,” kata Maulana kepada Alinea.id, ditemui di bilangan Ciracas, Jakarta Timur, Sabtu (7/6).

“Sekarang malah dibilang ganggu ketertiban. Padahal, kita ngamen juga enggak maksa, cuma keliling.”

Pemuda berusia 23 tahun itu mengatakan, larangan terhadap pengamen ondel-ondel tidak hanya berdampak pada aktivitas seni jalanan. Namun juga terhadap penghasilan mereka. Dia mengaku, pendapatannya menurun, beberapa waktu belakangan sejak wacana itu dilontarkan.

“Dulu bawa ondel-ondel bareng teman-teman, sehari bisa dapet seratusan (ribu rupiah) lebih. Sekarang malah dilarang. Jadi saya sekarang bantu-bantu di warkop aja,” tutur Maulana.

Maulana menambahkan, mengamen dengan ondel-ondel justru sebagai salah satu upaya memperkenalkan budaya Betawi kepada masyarakat secara langsung. Bukan merusak nilai budaya Betawi.

“Justru karena dibawa ngenalin ke masyarakat, bukan disimpan aja di panggung. Jadi, menurut saya, enggak ngerusak, asal enggak ganggu orang aja,” ucap Maulana.

Dia juga kurang sepakat jika ondel-ondel hanya digunakan dalam acara resmi atau pertunjukan budaya. “Kalau cuma di acara resmi, yang nikmatin cuma segelintir orang,” kata Maulana.

Pengamen ondel-ondel lainnya, Rafa, juga tidak setuju dengan kebijakan yang bakal melarang ondel-ondel mengamen. “Dari dulu, gue keliling bawa ondel-ondel, itu bukan cuma buat cari uang, tapi juga buat hibur warga. Terutama anak-anak,” ujar Rafa, Sabtu (7/6).

Menurut Rafa, membawa ondel-ondel untuk mengamen dan tampil di jalanan merupakan cara efektif untuk memperkenalkan boneka raksasa khas Betawi itu kepada masyarakat. “Niatnya tetap buat ngelestarikan, bukan ngerusak,” ucap Rafa.

Dia juga menolak gagasan ondel-ondel sebaiknya hanya digunakan dalam acara resmi atau pertunjukan budaya. “Soalnya, enggak semua orang bisa datang ke acara-acara resmi,” tutur Rafa.

“Di jalanan itu lebih merakyat. Justru di situ ondel-ondel bisa dikenal luas.”

img
Nofal Habibillah
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan