Jangan abaikan masalah stunting di Indonesia

Indonesia butuh menurunkan angka stunting sampai 14% di tahun 2024.

ilustrasi. foto Pixabay

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita yang diakibatkan karena kurang gizi dalam jangka waktu yang cukup lama, paparan infeksi berulang, dan kurangnya stimulasi.  Kondisi ini terjadi karena faktor status kesehatan remaja, ibu hamil, pola makan balita, ekonomi, budaya dan lingkungan.

Asisten Eksekutif Wakil Kementerian Kesehatan Arisda Oktalia mengatakan, stunting pada anak-anak akan berdampak pada penurunan kecerdasan. IQ anak stunting rata-rata 11 poin lebih rendah, produktivitas rendah yang menggangu proses belajar, sekolah, dan bekerja di masa depan. Sementara itu, anak stunting yang memiliki penyakit kronis tiga kali lipat lebih risiko mengalami kematian. 

Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia 2021 sebanyak 5 juta anak Indonesia mengalami stunting. Arisda mengungkapkan bahwa ketika semakin banyak yang mengalami stunting, maka GDP Indonesia dapat turun sebesar 2% - 3%.

"Jumlah yang begitu besar ada di Indonesia, tentunya akan berdampak di individu yang mengalami stunting. Tapi juga terhadap sebuah negara. Menurut World Bank, apabila jumlah ini kita terus dipertahankan. GDP Indonesia akan menurun sebesar 2% - 3% atau setara Indonesia kehilangan US$ 27 setiap tahunnya,” katanya.

Hal itu diungkapan Arisda, dalam acara yang bertajuk “Launching Gerakan Cegah Stunting bersama Mitra dengan Menteri Kesehatan RI” yang di selenggarakan secara daring oleh Kementerian Kesehatan, Jumat (9/9).