Stunting tak sekadar masalah tumbuh anak
Berdasarkan hasil riset kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2018, jumlah penderita stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 30,8%.
Berdasarkan hasil riset kesehatan (riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2018, jumlah penderita stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 30,8%. Meski turun dari 37,2% pada 2013, namun angka tersebut masih cukup tinggi dan mengkhawatirkan, bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan asupan gizi yang kurang dalam waktu lama. Stunting umumnya terjadi, karena asupan makan yang tak sesuai dengan apa yang dibutuhkan tubuh.
Bahaya stunting
Jika tak segera ditangani, kondisi stunting bisa mengancam bonus demografi Indonesia pada 2030 mendatang. Sebab, stunting dapat menurunkan kualitas hidup anak. Menurut ahli gizi Rita Ramyulis, stunting tak hanya kondisi tubuh pendek pada anak.
“Kalau bicara stunting, kita bicara tentang dua hal, tumbuh dan kembang anak yang tak maksimal. Artinya, tubuh pendek dan IQ yang tidak maksimal. Kalau sudah stunting, tidak bisa diapa-apakan lagi,” kata Rita saat dihubungi reporter Alinea.id, Rabu (30/1).
Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, Mardani Ali Sera mengatakan, tingginya angka stunting sebagai sebuah bencana.
“Karena stunting membatasi pertumbuhan seorang anak, bukan saja secara fisik, tetapi juga secara sosial dan ekonomi,” kata Mardani saat dihubungi, Kamis (31/1). Stunting, lanjut Mardani, selalu diikuti dengan penurunan daya saing sumber daya manusia (SDM).
Sementara itu, data dari Bank Dunia berjudul “Aiming High: Indonesia’s ambition to reduce stunting” menyebutkan, stunting pada anak-anak memberikan beban seumur hidup ketika dewasa.
“Anak-anak dengan kondisi stunting akan menerima pemasukan yang lebih rendah. Di Indonesia hal ini akan berpengaruh pada hilangnya 10,5% dari pendapatan produk domestik bruto,” tulis laporan tersebut.
Masih dari laporan Bank Dunia, stunting juga akan semakin memperburuk kesenjangan ekonomi. Ketimpangan kesempatan saat kelahiran dan di masa awal anak-anak diidentifikasikan sebagai salah satu kunci meningkatnya kesenjangan di Indonesia.
Sedangkan dari hasil penelitian Ty Beal, Alison Tumilowicz, Aang Sutrisna, Doddy Izwardy, dan Lynnette M. Neufeld berjudul “A review of child stunting determinants in Indonesia” yang terbit di Maternal and Child Nutrition, Oktober 2018 menyebut, faktor ekonomi-politik, seperti harga pangan, pekerjaan, aturan perdagangan, turut memengaruhi kondisi stunting.
Selain faktor pangan, Beal dan kawan-kawan dalam penelitiannya menyebutkan, akses ke pelayanan kesehatan, infrastruktur kesehatan, sistem dan aturan pelayanan kesehatan, serta pelayan kesehatan yang berkualifikasi juga turut memengaruhi kondisi stunting pada anak-anak.