KDRT: Faktor keturunan dan trauma masa lalu

Publik dihebohkan dengan peristiwa pilu tewasnya empat anak yang diduga dibunuh oleh sang ayah. Mengapa seseorang melakukan KDRT?

Ilustrasi kekerasan pada anak. Foto Freepik.

Publik dihebohkan dengan peristiwa pilu tewasnya empat anak yang ditemukan di kontrakan di Jalan Kebagusan Raya, Jakarta Selatan, pada Rabu (6/12), sekitar pukul 14.45 WIB. Keempat anak tersebut berinisial VA (6), SP (4), AR (3), dan AS (1).

Diduga, keempat anak itu dibunuh oleh ayah mereka, Panca Darmasyah alias Panca (41). Panca juga ditemukan di kamar mandi dengan kondisi luka di tangan setelah melakukan percobaan bunuh diri. Adapun D, istri Panca atau ibu dari empat anak tersebut dirawat di rumah sakit karena mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh P.

Psikolog Sani Budiantini Hermawan menduga terduga pelaku bersifat agresif dan tidak bisa mengendalikan emosinya, sehingga melakukan kekerasan terhadap korban, yaitu pasangan dan anak-anaknya.

"KDRT bisa terjadi karena adanya ketidakmatangan secara emosional, perilaku agresif, dan mungkin banyak tekanan-tekanan yang tidak bisa dilakukan penanganan efektifnya atau solusinya belum tercapai sehingga tekanan itu membuat seseorang menjadi mudah terpancing emosinya, sensitif, dan melakukan perilaku penyerangan atau agresif," ujar Sani kepada Alinea.id, Kamis (7/12). 

Terkait motif pembunuhan, menurutnya, perlu dilakukan analisa lebih lanjut. Namun, Sani bilang, jika dilihat dari pembunuhan yang dilakukan terhadap empat anak sekaligus, bisa disebabkan karena terduga pelaku khawatir anak-anak tidak ada yang merawat. Di sisi lain, bisa juga terduga pelaku memiliki gangguan kejiwaan.