Kisah juru parkir perempuan di Jakarta

Tak jarang, ada perempuan yang menggeluti profesi juru parkir karena tuntutan hidup.

Juru parkir perempuan, Sinta, tengah memandu pengendara mobil yang keluar dari halaman parkir sebuah kantor koperasi di Jalan Raya Ragunan, Jakarta Selatan , Kamis (12/10/2023). Alinea.id/Ummu Hafifah

Malam itu, di depan sebuah kafe yang selalu ramai pengunjung di bilangan Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, tangan Ega Patricia Erlanda, 22 tahun, cekatan memegang setang sepeda motor yang terparkir. Ia tengah sibuk merapikan sepeda motor yang terparkir di halaman kafe tersebut.

Sekilas, penampilannya tak seperti juru parkir. Perempuan muda berambut panjang itu bekerja dengan tampilan kasual, mengenakan kaus dan celana jin. Alasannya menjadi juru parkir sangat sederhana.

Ngikutin suami, nemenin biar enggak bete (bosan),” ujar perempuan yang pernah bekerja sebagai penyebar brosur di pinggir jalan itu kepada Alinea.id, Rabu (11/10).

Suami Ega juga juru parkir. Setiap hari, mereka bekerja bergantian, memarkir kendaraan di kafe yang sama. Kafe tersebut punya dua cabang. Selain di Duri Kepa, ada pula di bilangan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Ega bekerja dari pukul 15.30 WIB hingga 23.00 WIB.

Penghasilan Ega dan suaminya cukup fantastis. Mereka bisa mendapatkan Rp250.000 per hari, tanpa menyetor kepada siapa pun. Biaya parkir di dua kafe itu antara Rp2.000 hingga Rp3.000 per satu kendaraan.