close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pekerja gig. Foto Freepik.
icon caption
Ilustrasi pekerja gig. Foto Freepik.
Bisnis - Makro Ekonomi
Kamis, 19 Juni 2025 11:05

Ancaman di balik suburnya gig economy

Angka pekerja penuh waktu turun, sementara pekerja paruh waktu meningkat dari 23% pada Agustus 2024 menjadi 25,81% di Februari 2025.
swipe

Indonesia sedang mengalami pergeseran besar dalam pola kerja dan preferensi konsumen. Fenomena ini tidak hanya menunjukkan perubahan sosial, tetapi juga berdampak pada struktur ekonomi nasional.

Munculnya ekonomi kreatif dan gig economy, yang ditandai dengan meningkatnya pekerja paruh waktu, penjual daring, afiliator, dan pekerja lepas, kini menggeser dominasi sektor formal yang selama ini menjadi tulang punggung ketenagakerjaan Indonesia.

Ekonom Rhenal Kasali mengatakan perubahan ini berakar pada kebutuhan masyarakat akan fleksibilitas serta perkembangan teknologi yang memungkinkan siapa pun untuk mendapatkan penghasilan dari rumah.

“Jutaan orang kini bekerja secara fleksibel tanpa memiliki slip gaji seperti pekerja kantoran. Banyak dari mereka memilih pekerjaan yang bisa dilakukan sambil merawat orang tua atau anggota keluarga lain di rumah,” kata Rhenald dalam sebuah siniar, dikutip Kamis (19/6).

Ia menambahkan, struktur keluarga yang kini cenderung lebih kecil juga turut memengaruhi pilihan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat. Jika dulu satu keluarga bisa terdiri dari lima hingga tujuh orang, kini hanya dua atau bahkan satu, sehingga kehadiran fisik di rumah menjadi lebih penting. Hal ini mendorong banyak orang untuk tetap dekat dengan rumah sembari tetap produktif secara ekonomi.

Perubahan ini juga tercermin dalam data Badan Pusat Statistik (BPS). Guru Besar Ilmu Ekonomi Moneter Universitas Indonesia (UI), Telisa Aulia Falianty, mengungkapkan pekerja penuh waktu mengalami penurunan cukup signifikan dalam setahun terakhir.

“Pada Februari 2025, proporsi pekerja penuh waktu tercatat sebesar 66,19%, turun dari kisaran 70% pada tahun sebelumnya,” ujar Telisa dalam kesempatan serupa.

Sementara itu, pekerja paruh waktu meningkat dari 23% pada Agustus 2024 menjadi 25,81% di Februari 2025. Bahkan, kelompok setengah pengangguran—yakni mereka yang bekerja di bawah jam kerja ideal dan masih mencari pekerjaan tambahan—juga tercatat sebesar 8%.

BPS sesuai dengan standar International Labour Organization (ILO), mengelompokkan tenaga kerja ke dalam tiga kategori: pekerja penuh waktu (≥35 jam per minggu), paruh waktu (<35 jam per minggu tanpa mencari pekerjaan tambahan), dan setengah pengangguran.

Ancaman gig economy

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyatakan tren ini akan terus berkembang seiring dengan pertumbuhan teknologi digital. “Platform-platform digital menyediakan ruang bagi siapa saja untuk mendapat penghasilan, bahkan dari beberapa pemberi kerja sekaligus. Ini membuka peluang besar, terutama bagi generasi muda,” jelasnya kepada Alinea.id, beberapa waktu lalu.

Namun, pertumbuhan sektor ini juga memunculkan tantangan baru, terutama dalam hal penerimaan pajak negara. Banyak pelaku gig economy dan ekonomi kreatif yang masuk kategori usaha mikco, kecil, dan menengah (UMKM) atau individu tanpa penghasilan tetap, sehingga tidak memenuhi syarat pelaporan pajak tahunan (SPT) secara formal. Hal ini menyulitkan pemerintah dalam meningkatkan rasio pajak yang saat ini masih tertinggal dibanding negara-negara ASEAN dan negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi alias Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Meski begitu, ia melihat transformasi ini adalah bagian dari dinamika zaman yang harus disikapi secara adaptif. Pemerintah didorong untuk menciptakan kebijakan yang inklusif dan relevan dengan realitas baru ini, termasuk reformasi sistem perpajakan serta perluasan perlindungan sosial bagi pekerja di sektor nonformal.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan