Pengamat: Regulasi AI harus diatur lintas lembaga

Menurut Ismail, tak bisa satu lembaga saja yang memegang komando mengatur teknologi AI. Ia menyarankan, regulasi itu diatur oleh sebuah tim.

Ilustrasi AI./Foto Geralt/Pixabay.com.

Berbicara dalam acara Indonesia Digital Conference (IDC) 2023 dengan tema “Artificial Intelligence For Business Transformation: Tantangan Etik, Inovasi, Produktivitas, dan Daya Saing di Berbagai Sektor” di Bandung, Selasa (22/8), Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria menyatakan, pemerintah mencermati sisi-sisi negatif dari pemanfaatan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang akan muncul.

Hal itu didasarkan karena penggunaan AI berpotensi menimbulkan dampak beberapa isu, seperti kesalahan analisis yang mengakibatkan misinformasi, perlindungan hak cipta, hingga berkaitan dengan nilai kemanusiaan.

Nezar mengatakan, bakal mengantisipasi dengan satu regulasi yang meminimalkan dampak-dampak merusak dari AI. Nezar menambahkan, regulasi mengenai AI sebagai langkah antisipatif atas risiko yang akan mungkin muncul, bukan bertujuan menghambat inovasi.

Di sisi lain, Sekjen Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Mira Tayyiba dalam acara Forum Ekonomi Digital Kominfo di Jakarta, Selasa (31/10) menyebut, tak semua teknologi terbaru, termasuk AI harus diregulasi. Ia menjelaskan, isu teknologi sebaiknya dipahami terlebih dahulu. Regulasi bisa diterapkan, jika nantinya memang dibutuhkan.

Dihubungi terpisah, pengamat media sosial sekaligus pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi menyebut, regulasi AI sangat penting. Alasannya, AI sudah dapat digunakan di mana-mana. Termasuk di kehidupan sehari-hari, semisal penggunaan ChatGPT. Apalagi, jika AI digabungkan dengan big data, maka teknologi ini akan sangat kuat.