Pengendalian peredaran rokok harus berkonsep holistik

Perokok lebih berisiko terpapar Covid-19. Perokok pemula masih meningkat seiring pemberlakuan tatanan kehidupan baru (new normal).

Ilustrasi. Anti rokok. Pixabay.com

Pemerintah diminta mengendalikan peredaran rokok di era new normal. Sebaiknya, upaya untuk menghentikan merokok turut menjadi bagian dari skema new normal. Sehingga, risiko terpapar Covid-19 bisa menurun.

“Peredaran rokok itu harus dikontrol pada masa pandemi maupun era new normal. Kami sudah sepakati dengan berbagai profesi dan lembaga sosial masyarakat melalui Komnas Pengendalian Tembakau,” ucap Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Susanto, saat dihubungi Alinea.id, Selasa (23/6).

Menurut dia, pengendalian peredaran rokok harus berkonsep holistik. Mulai dari peraturan, promosi kesehatan, larangan iklan rokok, menaikkan cukai rokok, hingga ketersediaan fasilitas berhenti merokok. Fasilitas berhenti merokok berupa klinik, hingga rumah sakit perlu menyediakan layanan tingkat primer dan sekunder.

“Ini harus secara bersamaan dikembangkan oleh pemerintah untuk menekan jumlah perokok di Indonesia. Kalau cuma mengupayakan berhenti merokok saja, sedangkan pengendalian tentang kawasan tanpa rokok tidak diatur, itu orang akan merokok sembarangan. Jika perokok pasif lebih banyak, juga berisiko,” ujar Agus.

Terkait dengan kawasan tanpa rokok, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Kemenkes Cut Putri Arianie, mengatakan, kawasan bebas rokok sesungguhnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.