Rapid test tidak digunakan untuk kepentingan diagnostik

Rapid test dapat digunakan untuk penapisan atau skrining.

Duta Adaptasi Kebiasaan Baru Reisa Broto Asmoro. Foto BNPB 

Pada pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19 revisi kelima oleh Kementerian Kesehatan, menjelaskan, penggunaan rapid test tidak digunakan untuk kepentingan diagnostik. 

Duta Adaptasi Kebiasaan Baru Reisa Broto Asmoro menyebut, pada kondisi dengan keterbatasan kapasitas pemeriksaan, seperti PCR atau test dengan sampel swab, rapid test dapat digunakan untuk penapisan atau skrining. Juga dapat digunakan pada populasi tertentu, yang dianggap berisiko tinggi. Selanjutnya yang sering digunakan, yakni pada situasi khusus seperti pada pelaku perjalanan. Serta untuk menguatkan pelacakan kontak erat dan pada kelompok kelompok rentan risiko. 

Apalagi banyak pasien terkonfirmasi positif Covid-19 namun tidak menunjukkan gejala apapun. 

"Tanggung jawab tersebut dapat kita wujudkan dengan rutin memeriksakan diri. Bisa dengan melakukan rapid test, dan kemudian dilanjutkan dengan swab test apabila diperlukan," terang Reisa saat konferensi pers Gugus Tugas Nasional di Graha BNPB, Jakarta, Sabtu (18/7).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan penggunaan rapid test hanya untuk tujuan penelitian epidemiologi, atau penelitian lainnya yang berhubungan dengan pencegahan dan pengendalian virus Corona.